Pukul 04.45, 25 Maret 2013…
Tok..
tok.. “Sayang..” begitulah suara mama Bila, setiap pagi yang membangunkan Bila untuk pergi
ke sekolah. “bangun dek”, “hmm..” Bila menjawabnya dengan malas. Setelah Bila
menjawab seperti itu, terdengar langkah menjauh dari kaki mamanya. Bila
bergegas keluar dan menuju ke kamar mandi.
Bila
yang akrab disapa Sacil oleh teman-teman SMAnya adalah anak ke 2 dari 2
bersaudara. Kakak satu-satunya Bila adalah Alva yang berstatus mahasiswa
disalah satu perguruan tinggi Negeri di Surabaya. Sedangkan Bila sendiri adalah
siswi dari salah satu SMA Negeri di Surabaya.
Oke
lanjut ke cerita. Pagi itu Bila pergi ke sekolah dengan semangat yang
dipaksakan, ia baru putus sama cowoknya, Haidar, dan hari ini ada Try Out di
sekolahnya. Bila melangkah gontai menuju ruangan Try Out, dia tidak bisa
membayangkan bagaimana harus satu ruangan dengan Haidar yang statusnya adalah
mantan cowoknya yang paling nyebelin dan lagi Bila berada dalam satu deret
bangku yang sama. Untung saja dalam buku absen, dibawah nama Bila ada nama Andi,
kalau tidak begitu pasti Bila sudah duduk disamping Haidar. Meski bangku
sekolah Bila hanya bisa dihuni satu siswa, tapi rasanya tetap saja ngeri kalau
harus duduk didekat Haidar yang selalu memandangnya dengan mata berkilat itu.
Haidar sepertinya sangat membencinya, karena Bila selalu berusaha memutus hubungan
dengan Haidar meski Bila tau Haidar sangat sayang kepadanya, dia juga begitu,
tapi Bila tidak mau terus menerus dihantui rasa sedih karena sikap Haidar yang
selalu over protectif dan kasar terhadapnya.
Bila
menghentikan langkah ketika sampai di depan kelas XII IPS C, itu adalah ruangan
Try Outnya. Bila meihat keliling sekolah, masih sepi, sepertinya dia terlalu
pagi pergi ke sekolah, ruangan Try Outnya juga masih dikunci. Dari kelas XII
IPS C Bila dapat meihat kelasnya sendiri, XII IPA C, Bila memandang ruang
kelasnya. Terlihat senyum yang samar dibibir mungilnya, “Idar..” suaranya
lirih, Bila menunduk. Ia masih tidak bisa bohong dengan perasaannya kepada
Haidar, tapi putus sudah menjadi keputusannya. Bila buru-buru menghapus air
mata yang hampir keluar dari matanya. Ia memandang lagi kearah kelasnya itu,
terlintas beberapa kenangan dengan Haidar saat pulang sekolah. Haidar yang
selalu menunggu Bila diluar kelas, Haidar yang sering menarik hidungnya dan
mencubit pipinya gemas. Bila menarik napas berat “seandainya kamu tidak seperti
itu”. Bila segera memutar badannya ketika dia mendengar suara, kelihatannya ada
yang datang juga sepagi itu. Dia buru-buru mencari tempat duduk dan pura-pura
tidak tau dengan kedatangan anak-anak itu. Setelah sampai didekatnya, ternyata
2 anak cewek kelas IPS, “Bila..” sapa salah seorang cewek “yaa..” jawab Bila
yang tidak begitu mengenal mereka tapi tau siapa mereka.
“kepagian juga ya?”
sapa Anis
“iya” jawab Bila
dengan senyum ramah. “masuknya jam berapa sih?” Tanya Bila
“setengah delapan,
barusan aku liat di papan pengumuman, sekarang masih setengah 7, ah masih lama”
jawab Novi temen Anis.
“oh iya ya? Tau gitu
aku berangkat jam 7 aja, aku gatau sih jam berapa masuknya jadi yaa berangkat
pagi, tapi engga apa-apa biar keliatan semangat gitu” jawab Bila panjang lebar
juga, penyakit cerewetnya tidak bisa ditahan lagi. Bila anaknya memang kecil,
tapi cantik, manis dan imut juga kok. Itu sih kata temen-temennya dan Haidar
juga pastinya. Tapi meski kecil begitu, Bila anaknya cerewet, lebih bandel juga
daripada kakaknya. Temen-temennya sering memberinya nama aneh mulai dari Acil,
Unyil, sampai kecil. Tapi Bila tidak pernah marah, malah ia selalu ketawa jika
teman-temannya memanggilnya dengan sebutan seperti itu, Bila menganggap mereka
sayang kepadanya hingga mereka memberi panggilan khusus untuknya.
“hehe, iya Bila,
yaudah kebelakang dulu ya, liat ruangan kita” sambung Anis
“iya” jawab Bila
singkat sambil tersenyum.
Sepeninggal dua
cewek itu, Bila memandang ke arah kiri, ada jalan menuju tempat parkir disana,
kembali pikirannya mengarah ke Haidar, Bila ingat, dia selalu bicara banyak hal
kepada Haidar disana, dia juga ingat bagaimana sikap dingin Haidar menanggapi
celoteh-celotehnya, tidak ada kata-kata dari bibir Haidar, hanya menunduk. Bila
berhenti beceloteh ketika sampai ditempat parkir. Bila sangat benci dengan
sikap Haidar yang seperti itu.
Bila
menjalin hubungan dengan Haidar semenjak kelas 1 SMA, awal hubungannya dengan
Haidar berjalan mulus dan tentram, tapi setelah 2 minggu jalan, mulailah segala
pertengkaran terjadi. Beberapa kali Bila memutus Haidar dan beberapa kali juga
Haidar kembali padanya. Bila sangat percaya kepada Haidar, namun sikap
Haidarlah yang membuat Bila merasa tidak sanggup menghadapinya. Dari sikap Haidar
yang selalu manis kepadanya hingga tidak ada manis-manisnya seperti kejadian
yang di ingatnya itu. Bila sadar mungkin sikap Haidar seperti itu karena dia
yang selalu berusaha memutus Haidar. Bila kembali menunduk mengingat peristiwa
itu “kamu tega pernah nggak peduli sama aku Idar” dia berkata dalam hati. Bersamaan
dengan itu Irna teman Bila yang dari kelas IPS mengangetkannya “hayoo,
kapagiaann, hehe” katanya sambil menepuk pundak Bila keras.
“oh..eh.. iya Na”
jawabnya gelagapan karena kaget dan nggak nyangka karena tiba-tiba ada Irna.
“aku engga tau jam
berapa masuknya jadi aja jam segini udah di sekolah, tapi enggak apa-apalah,
aku kan udah biasa rajin” sambung Bila. Meski dalam keadaan sedih, Bila pun
bisa ketawa, cerewet, triak-triak, sampai bercanda model kayak gimana aja. Bila
anaknya pandai menyembunyikan sedihnya, dia selalu ceria dan tertawa, tapi
kalau sudah malam dan lagi sendiri dia akan berubah 360 derajat menjadi cewek
cengeng.
“haha, ngomong sama
bunga sana. Oh iya kok kamu enggak masuk kelas, ruangan kamu dimana sih?” Tanya
Irna
“noh, IPS C” jawab Bila
sambil menunjuk ruangan yang ada dibelakangnya.
“loh kok masih
dikunci?”
“tauk” jawab Bila
singkat.
“oh iya, kelas ini
emang biasa dikunci ya? Huh, kenapa sih bu Fiana itu kelas aja dikunci, kan mau
dipake ujian” cerocos Irna panjang lebar.
Kelas
XII IPS C memang biasa dikunci oleh penghuninya karena bu Fiana (wali kelas XII
IPS C) yang menyuruh. Kelas XII IPS C terkenal sebagai kelas paling bersih,
bagus dan terawat, jelas saja kelas XII IPS C selalu menjadi juara pertama
dilomba 7K atau lomba kebersihan kelas gitu deh.
“eh itu Fariz” kata
Irna sambil menunjuk ke arah Fariz.
Secara spontan Bila
pun balik badan melihat Faris.
“Riz, mana kunci
kelas kamu, ini kasian Bila duduk disini dari tadi, lagian kelas kenapa pakek
dikunci segala sih, orang mau dipakek ujian juga” omel Irna.
“ini, disini” kata
Fariz sambil menunjuk pot bunga paling besar yang ada didepan kelasnya dengan muka
polos, sangking polosnya Bila sampai pengen ketawa ngakak.
“ambil bego! mana?”
kata Irna yang mulai jengkel.
Bila berdiri
membantu Fariz mencari kunci yang katanya ada dipot bunga. Setelah ketemu Fariz
memberikannya kepada Bila. “ini, buka sendiri aja” katanya sambil ngeloyor
pergi. “bisa kan Bila? Aku tinggal dulu ya” kata Irna. “oh iya Na, makasih ya”.
“iyaaaa..” jawab Irna sambil berlalu.
Bila
menarik napas berat sambil membuka pintu, setelah pintu terbuka, dia langsung
masuk kedalam dan mencari namanya di setiap meja, setelah ketemu, Bila langsung
meletakkan tasnya dimeja, dan dia duduk dibangkunya. Bila memandangi seluruh
isi kelas “bagus” batinnya. Kembali teringat Haidar, Bila langsung melipat
tangannya dan menyembunyikan kepalanya disana. “tempatku dimana?” terdengar
suara Rival yang tiba-tiba, Bila segera mengangkat kepalanya, dia tersenyum
sambil menunjuk satu bangku yang ada dideretannya. “Alhamdulillah aku
dibelakang Ciill” kata Rival sambil mengelus-elus bangkunya. Rival adalah ketua
kelasnya Bila, dia memiliki wajah seperti bule, anaknya lucu tapi aneh. “oh
iya, Ujian Nasional nanti tempatnya gini kan ya cil? Aduh tempatku bagus banget
deh kalo disini” sambungnya dengan nada gembira dan raut muka tertawa lebar. Bila
menanggapinya dengan tertawa keras, kemudian kembali menyembunyikan kepalanya
dilipatan tangan.
Begitulah
memang yang namanya siswa, suka sekali dengan posisi dibelakang kalau sedang
ujian. Kini sekolah Bila mulai rame, siswa-siswi peserta Try Out sudah mulai
banyak yang datang, ada yang bercanda sampai tertawa keras, ada yang bingung
memanggil-manggil temannya, ada pula yang membentuk kelompok kecil untuk
sekedar ngobrol atau belajar.
Bila
sedang ngobrol dengan Nelsa teman sekelasnya, saat asyik ngobrol, dilihatnya
Haidar memasuki kelas, deg! Bila memandangnya takut, tapi Haidar sama sekali
tidak melihatnya. Haidar meletakkan tasnya kemudian bergabung dengan teman yang
lainnya. Sesekali Bila mendengar umpatan jelek dari Haidar saat bicara, timbul
perasaan benci kepada Haidar dibenaknya, “kenapa dia selalu begitu? Kenapa juga
aku harus berat nglepas dia? Aku harus bisa lupain semuanya, toh ini udah jadi
keputusan aku” ucapnya dalam hatinya. Bersamaan dengan itu, bel tanda Try Out
akan dimulai berbunyi.
***
Hari
itu, anak kelas XII SMA Negeri Surabaya kembali menerima pelajaran khusus Ujian
Nasional, Try Out sudah selesai dilaksanakan, Ujian Nasional pun sudah tinggal
menghitung hari. Bila datang pagi-pagi dan langsung ditarik oleh Aira, sahabat
baiknya. Meski mereka beda kelas waktu kelas XII ini, mereka tetap menjadi
sahabat baik, Bila berada di kelas XII IPA C dan Aira di XII IPA B. “heh, kamu
masih galau? Udah ah engga perlu. Kamu tau Juna? Keliatanya dia suka sama
kamu.” Katanya dengan semangat. “apaan sih, siapa juga yang galau, orang
masalahnya udah lewat.” Jawab Bila dengan bibir manyun. Karena Bila sebenarnya
memang sudah mulai bisa melupakan Haidar. Dan Bila memang dekat dengan Arjuna
yang statusnya adalah mantan Aira, Aira pun tau. Arjuna baik, sopan, tapi Bila
masih berpikir bahwa Juna adalah mantan Aira, makanya dia pengen dalam keadaan
move onnya nanti, hatinya tidak memihak ke Juna. Aira menyeret tangan Bila
kedalam kelas XII IPA C yang tidak begitu ramai. Lalu mereka duduk dibangku paling
depan, sebelum duduk, Bila sempat melihat Haidar dibangku paling belakang yang
sedang memandangnya. Bila tidak mau peduli lagi, dan tidak mau ambil pusing.
Aira mengambil Handphone Bila yang diletakkan dimeja. Bila nyerocos panjang
lebar cerita tentang acara move onnya. Aira hanya diam, sedetik kemudian dia
tertawa. Mendengar Aira tertawa, Bila menaikkan alis heran dengan tingkah
sahabatnya itu, dia mengingat-ingat ceritanya tadi dan sepertinya sama sekali
tidak ada yang lucu. Bila mencoba melihat apa yang dilihat Aira di Handphonenya
tapi Aira langsung meletakkan Handphone itu dan kembali tertawa keras. “husstt,
ada apa sih Ai, kok kamu ketawa?” Tanyanya heran. Aira langsung memutar badan
menghadap ke Bila sambil berkata “katakan, ada apa antara kamu sama Juna?
Kalian udah deket banget yaa?” Tanya Aira dengan wajah genitnya itu. “ha? Apa
maksudnya aku deket banget? Dan apa maksudnya… oh emang kamu tau apa?” jawab Bila
bingung. “Saciill… udah deh engga usah bohong lagi sama aku, sms kamu sama
Juna?”. “Airraaaaaaa!!” Bila berteriak keras sekali tapi sedetik kemudian dia
langsung menutup mulutnya. Dilihatnya suasana sekitar, ternyata tidak ada yang
mengawasinya kecuali Haidar. Ya! Haidar sedang mengawasi Bila dan Aira dengan
posisi satu tangannya menopang dagu dan satu tangan yang lainnya ada dimeja
tempat ia duduk. Tatapannya sangat tajam. Bila segera memalingkan wajahnya
kembali ke Aira yang masih tertawa, Bila hanya memandang Haidar selama 2 detik,
itu saja sudah membuatnya ngeri. Dia berpikir bahwa Haidar telah mendengar
omongannya dengan Aira karena Aira dan Bila tidak pernah bisa berbicara pelan
dimana saja. Tapi Bila tidak peduli, dia langsung memukul lengan Aira “apa yang
kamu liat? Resek banget sih liat-liat sms orang!” Bila mendengus kesal.
“biarin, kalau enggak gitu mana bisa aku tau tentang kalian berdua? Udahlah Cil
sama Juna aja nggak usah balik sama Idar lagi, awas kamu kalau sampai balik
lagi sama dia, aku enggak setuju!” ucapnya pelan tapi mantap. Bagaimana tidak
pelan kalau Haidar yang diomongin sedang berada dibangku belakang. “aku ikhlas
lahir batin kok, kalau kamu sama dia, beneran, aku kan udah punya Beni”
tambahnya dengan alis dinaik turunkan. “tapi tetep saja dia mantan kamu o’on,
apa kata temen-temen?”
“peduli amat kata
temen-temen, yang penting kamu seneng, Juna seneng, kenapa enggak?”
“aahh, kamu engga
ngerti sih.” Ucap Bila sambil menarik tangan Aira keluar kelas. Karena kelas
udah mulai rame dan penghuni bangku yang diduduki Bila dan Aira sudah datang.
“nggak ngerti apa
sih?.” Bila tidak menjawab, pikirannya sibuk dengan tatapan Haidar dan Juna. Mereka
berdiri didepan kelas Bila. “Bil..” Bila kaget karena namanya disebut “iyaa..”
jawabnya sambil tersenyum kepada orang yang menyapa. Ternyata orang itu adalah
Juna. “ehm.. pagi-pagi udah ada yang seneng aja nih habis disapa do’i.” Ucap
Aira. “apa sih, resek aja jadi orang.” Jawab Bila sambil senyum ringan.
Bila
kembali menunduk, ntah kenapa tiba-tiba dia ingat Sami. Sami adalah teman kecil
Bila, sewaktu kelas 1 SMA mereka terlibat dalam cerita kecil, sepertinya
keduanya saling suka tetapi Sami tidak mengungkapkan perasaannya kepada Bila,
hanya saja ia meminta Bila untuk mununggu tahun depan sampai Sami kembali
pulang lagi ke Surabaya. Sami memang menempuh pendidikan diluar kota dan selalu
pulang setahun sekali yaitu ketika hari Raya Idul Fitri, karena pada hari
itulah Sami ada liburan panjang. Ntah apa yang harus ditunggu oleh Bila, sampai
2 tahunpun tidak ada kejelasan dari semua itu. Terbesit keinginan untuk kembali
dekat dengan Sami, tetapi Bila tidak tahu bagaimana caranya. Bila mengangkat
wajahnya ketika Aira pamit balik ke kelasnya, setelah say good bye Bila
membalikkan badannya “hayoooo….” Tiba-tiba saja Rana ada dibelakangnya. “Ranaaaa,
ngangetin aja, untung jantungku kuat”. “tukang besi kaleee.” “hahahaha.. kuli
bangunan kok” keduanya kemudian tertawa sambil kembali kebangku masing-masing
karena pak Wanto, guru Kimia mereka akan masuk kedalam kelas.
***
Bel
tanda dimulainya Ujian Nasional dimulai, para siswa duduk ditempatnya
masing-masing. Hari ini adalah hari pertama Ujian Nasional. Bagi pelajar yang
professional, mereka akan melupakan semua masalah diluar masalah sekolah, tak
terkecuali Aira, Rana dan Bila. Mereka bungkam tak membahas masalah apapun
kecuali masalah mata pelajaran yang diujikan.
Karena
jam mengerjakan soal telah habis, Bila melangkah kedepan untuk mengembalikan
soal kepada pengawas, namun baru saja ia berdiri tiba-tiba “ssstt.. Cil.” Bila
mancari-cari sumber suara, dilihatnya Aira sedang berada dijendela ruangannya
sambil kedip-kedip genit, hampir saja Bila ketawa keras kalau ia tidak ingat
sedang berada didalam ruang ujian, akhirnya Bila melangkah kedepan sambil memberi isyarat kepada Aira
untuk menunggu. “hahaha.. ada apa sih Ai? Cepet amat nyampek sini?” ucap Bila
ketika baru saja keluar dari kelas. “bete tau dikelas. Orang udah selesai,
ngapain masih didalam kelas hiiii. Eh mana Rana, nyusul Rana yuk keruangannya.”
Ucapnya sambil menggandeng sekaligus menarik lengan Bila. Sesampainya diruang
Rana, mereka berdua celingukan mencari Rana, “Raa…” panggil mereka berdua
hampir barengan ketika menemukan Rana. “apa?.” “keluar yuk?” ajak Aira,
sementara Bila hanya senyam-senyum dan kedip-kedip ke Rana. “kemana?” “kemana
aja, masak didalam kelas nggak bosen apa?” “kalian aja deh, aku mau belajar
lagi.” “yaahh, yaudah deh yuk Cil.” Aira kembali menggandeng dan menarik lengan
Bila, “yuk Raaaaa.” Teriak Bila hampir mengejutkan banyak orang. Rana segera
kembali kedalam kelas sambil menahan tawa sementara tawa Aira dan Bila tidak
bisa ditahan lagi, mereka tertawa karena melihat ekspresi kaget anak-anak lain.
“hahaha, mulut kamu
loh.”
“kenapa sih Ai? Kamu
sih narik-narik kan aku jadi reflex.”
“aduuhh.. suaranya Bila”
keluh Veni
“maaf.. maaf.” Ucap Bila
sambil menarik lengan Aira untuk duduk dilantai dekat kelas XI IPS C. Ketika
mereka duduk, tiba-tiba Rafky, Jefry dan Rival bergabung dengan mereka.
“belajar, belajar. Ngrumpi aja dua cewek ini.” Ucap Rival. “yee, sapa juga yang
ngrumpi, baru juga duduk.” Jawab Bila. “Bila?” tiba-tiba Rafky memanggilnya.
“yaa..” Bila menjawab sekaligus heran karena tidak ada jawaban lagi dari Rafky.
“apa sih Rafky? Manggil-manggil tapi dijawab diem aja.” Protes Bila. “apa siih,
orang aku cuma manggil kok.” Berbarengan dengan jawaban Rafky, tiba-tiba Juna
datang “brooo..” sapanya kepada Rival sambil menepuk pundaknya lalu duduk
ditempat kosong antara Rival dan Bila. “loh anak ini lagi, waahh.” Ucap Juna
kepada Bila. “apa sih Kak Arjun?”. “bosen.” “eeh?” spontan semuanya tertawa.
Aira menendang-nendang kaki Bila dan senyam-senyum serta memajukan dagunya
menunjuk Juna. Bila tidak menanggapi, ia ngerti sahabatnya itu lagi kumat
penyakit comblangnya. “Sacil..Sacil.” ucap Juna kemudian. “apa?” jawab Bila
ketus. “minta tolong Bila yang ngambilin aja, pasti muat.” Mendengar celetukan
itu, Juna dan Bila refleks menoleh. “hahahaha.. Iya Jep.” Jawab Rafky
ikut-ikutan. Ternyata Jefry sedang kesulitan mengambil sesuatu diantara
pepohonan. Spontan saja semua tertawa kecuali Bila. Bila menopang dagu sambil
manyun. “Bila, bantuin Jefry tuh. Hahahaha.” Juna ikut-ikutan. “adek kecil
ambilin, hihi.” Jefry nyengir. “nggak, ambil aja ndiri.” Jawab Bila ketus.
“aduuhh, ayo Raf gimana ngambilnya ini tho.” “halah, manja, tinggal ngambil itu
tangan kamu sampai” jawab Rafky. “Jef lompat, lompat.” Rival ikut menimpali.
Jefry jongkok seperti memperagakan gaya pengemis sambil memandangi barang yang
ingin diambilnya. Tiba-tiba saja Bila tergelak, spontan semua juga ikut
tertawa. “ayolaahhh, bercanda jangan gini dong.” Kata Jefry sambil menggaruk
kepalanya yang tidak gatal, ia mondar-mandir didekat pohon. Tingkahnya itu
menjadi semakin lucu dan merekapun tertawa semakin keras. Masih dengan tertawa,
Juna tiba-tiba membalikkan badannya menghadap Bila, ia tersenyum. Senyumnya
manis, lain dari biasanya. Bila berhenti tertawa, dipandang seperti itu membuat
Bila tidak enak, ia membalas tatapan itu dengan senyum bingung, ada sesuatu
yang lain dihatinya. Bila tidak mampu menantang mata itu, ia mengembalikan
pandangannya pada Jefry. “Sacil..Sacil..” ucap Juna. “apa sih.” “cepet gede
dong. Hahahahaha.” “kenapa emang? Aku nyaman kok kayak gini.” “emm. Cepet gemuk
deh.” “kamu juga nggak gemuk kok, teking gitu.” “mending aku tinggi.” “lalu?.”
Juna hanya tertawa menanggapi pertanyaan Bila, lalu ia beranjak pergi. “kemana
bro? ambilin itu.” Sergah Jefry sambil menunjuk barangnya yang masih belum bisa
diambilnya. “ke kelas, nggak ah.” Jawab Juna seenaknya. Begitulah Arjuna,
kadang menjadi sosok yang manis, kadang juga dalam sedetik bisa menjadi orang
yang paling nyebelin.
***
Sepulang
ujian, Bila melangkah keluar kelas dengan santai, ia senang ujiannya sukses.
Pikirannya melayang ke Juna, Bila menunduk, ia ingat bagaimana cara Juna
memandangnya tadi, Bila tersenyum, kemudian ingat omongan Juna tentangnya, Bila
diam. Ditariknya napas dalam-dalam kemudian ia mengangkat kepalanya. “Bilaa..”
sapa Juna tiba-tiba dari arah berlawanan sambil menundukkan kepala dan
tersenyum manis. “ya kak.” Jawab Bila sambil tersenyum. Bila heran terhadap
Juna, ketika bersamanya mereka seperti musuh, tapi kalau hanya sedang berpapasan
seperti itu, Juna manis sekali. Waktu Bila menjawab sapaan Juna, ia sempat melihat
Haidar sedang bersandar pada dinding penyangga ditepi lorong yang dilalui Bila,
Idar memandangnya seperti sedang memandang mangsa yang akan diterkamnya, Bila
bergidik ngeri, dipercepat langkahnya dan dialihkannya pandangannya pada
lantai. “hai, gimana UNnya? Lancar kan?.” Aira tiba-tiba muncul dan
menghentikan langkah Bila. Belum juga Bila menjawab pertanyaan Aira tiba-tiba
“aaaa… aku nggak sukses, jawabanku banyak yang salah.” Rana melangkah mendekati
mereka sambil berteriak, refleks keduanya balik badan. “aaaaaaaa…..” rengek
Rana sambil memeluk Bila. “kenapa, kenapa?” tanya Aira dan Bila serius. “aku
nggak bisa, nggak ngerti, lupa, dan aaaaaa..” Rana menutup wajahnya, ia ingin
menangis. Begitulah Rana, ia peduli banget dengan mata pelajaran. Dia akan
menangis dan kesal kalau tidak bisa atau tidak mengerti dengan salah satu mata
pelajaran sekolah, apalagi kalau sedang ujian dan dia tidak bisa mengerjakan
pasti bingung, dan ini adalah Ujian Nasional pasti Rana uring-uringan. Aira dan
Bila mencoba menenangkan Rana tapi tidak berhasil, Rana tetap menangis dan
tetap ngeyel hasil Ujiannya akan jelek. “ya sudah, aku mau pulang aja, daaa.”
Ucap Rana kemudian sambil melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Aira dan Bila.
***
Pukul
07.00, 18 Mei 2013….
Ujian Nasional telah selesai dilaksanakan,
siswa-siswi SMA Negeri Surabaya dinyatakan lulus 100% dan hari ini adalah acara
perpisahan sekaligus Wisuda. Aula SMA Negeri Surabaya telah dipadati oleh
undangan yang rata-rata adalah wali murid. Karena duduknya para wisudawan nanti
berurutan nomer absen, sebelum murid-murid masuk keruangan, Bila celingukan
mencari Andi, ia tidak mau duduk disamping Haidar. Anak-anak kelas XII IPA C
sudah baris rapi, teman-teman Bila memanggil Bila untuk masuk ke barisan
dibelakang Haidar, Bila hanya tersenyum dengan arti memberi isyarat ‘sebentar’.
Bila mulai cemas, ia khawatir Andi sakit atau berhalangan hadir. Disaat cemas
seperti itu, tiba-tiba dari arah belakang ada yang menepuk pundaknya “ayo masuk
barisan, ngapain disini?” Kata Bian mengagetkan Bila yang memang sudah kaget
karena tepukan Bian tadi, kagetnya menjadi dua kali lipat. “ya, kamu duluan aja
yan.” Jawab Bila. “Sacil ayo sini.” Alin memanggilnya sambil melambaikan
tangannya. “ya Lin, bentar.” Jawabnya singkat. “udah ah ayo.” Tiba-tiba Bian
berkata sambil menggandeng lengan Bila lalu membawanya ke dalam barisan. Sampai
dibarisan para murid, Bian sadar sesuatu, ia melepaskan gandengan tangannya
“sori, sori Dar, cewekmu sih susah banget diajak kesini.” Ucapnya kepada Idar
sambil berlalu. Idar menanggapi dengan senyum sinis. Bila menggigit bibirnya
gemas, “cewek dari mana? Udah putus kaliii” ucapnya dalam hati. “halo Bila,
huh, telat, telat, oh eh nggak telat, nggak telat. Huh.” Tiba-tiba Andi muncul
disamping Bila, Andi nyengir sewaktu Bila memandangnya. Ia terlihat ngos-ngosan
seperti habis lari. Sangking senengnya Bila ia langsung menggandeng lengan
Andi, membimbingnya masuk barisan didepannya “bentar, bentar, capek,
hadduuhhhh.” Andi berkata sambil melepas gandengan Bila. “dari mana kamu? Mau
nggak ikut wisuda?” Tanya Idar kepada Andi yang berada tepat dibelakangnya. Bila
mengawasinya dengan hati getir, Idar terlihat lain hari ini, segera ia menepis
pikirannya. “kenapa kamu Ndi?” Tanya Bila ketika Idar sudah berbalik badan.
“nggak apa-apa cuma kesiangan aja, masuk yuk masuk, husst diem.” Jawabnya. Dan
ketika itu para siswa kelas XII mulai memasuki ruangan dan menempati kursi yang
telah disediakan panitia. Bila duduk disebelah kiri Andi, dan sebelah kirinya
ada Nelsa, nah, disebelah kanan Andi adalah Idar. Para siswa kelas XII dengan
tenang mengikuti acara, namun ditengah-tengah acara mulai ramai, ngobrol
sana-sini, bercanda sana sini. Begitu pula dengan Bila, Dina dan Zahra, mereka
bercanda sambil sesekali tertawa kecil, Nelsa berkali-kali menegur mereka, namun
gagal, akhirnya Nelsa ikut bercanda juga. Idar bercanda dengan anak-anak
belakang, ntahlah apa yang sedang mereka guraukan, Bila tidak menggubris ketika
sesekali mendengar namanya disebut. Pak Syaiful memberi peringatan untuk tenang
dan para siswa kembali tenang. Namun, beberapa saat kemudian kembali ramai
lagi, begitulah memang yang namanya siswa. “Cil, Sacil. Ssst.” Bila menoleh
ketika mendengar namanya disebut, ternyata Rival yang memanggilnya. “apa Val?”
ucapnya pelan. “bisa bantu aku nggak?.” “apa?.” “pinjem HP, buat sms, pulsaku
habis.” Katanya sambil nyengir. “oh, nih.” Kata Bila sambil memberikan HPnya
kepada Rival. Setelah selesai, Rival mengembalikan HPnya “nih Cil, thanks ya.”
“yap, sama-sama.” “Kalau dibales kasih tau aku ya.” “yaa..” “loh nomer HP kamu
berapa sih Bila?.” “alaahh modus, Bilang aja dari tadi mau tau nomer HPnya Bila
Val.” Tiba-tiba Nelsa ikut bicara. “nggak usak ikut-ikutan ya.” Jawab Rival, Bila
tergelak. Rival anaknya memang pendiam, tidak banyak bicara, cuek, bahkan
terlalu cuek malah, tetapi kalau sudah dekat dengan seseorang ia akan menjadi
sosok yang ramah dan baik, bahkan ia sering gombal-gombalin Bila dan anak-anak
cewek yang lain. Namun itu hanya gurauan, karena mereka tau, Rival nggak
gampang suka sama cewek. Seperti barusan yang terjadi, Rival hanya pura-pura
tanya karena ia sudah punya nomer Bila. Setelah cukup lama digombalin Rival,
akhirnya Bila capek tertawa, ia membalikkan badannya kembali menghadap kedepan,
diliriknya Idar yang sedang main HP, namun pandangannya sangat tajam. Raut
mukanya menunjukkan marah, Bila berpikir mungkin ia sedang marahan dengan cewek
barunya sampai memandang HP seperti itu, tapi kok cepet banget ya dapat
penggantiku? Pikirnya kemudian, dan sedetik kemudian, Bila tertawa ditahan, Bila
berpikir bahwa Idar masih memiliki perasaan kepadanya, dan sekarang Idar sedang
cemburu dengan kedekatan Bila dan Rival, dan memang dulu, ketika mereka
pacaran, Idar sangat tidak suka Bila dekat dengan Rival, alasannya karena Bila
mengidolakan Rival dulu ketika mereka kelas 1 SMA. Tetapi kenyataannya Bila
tidak pernah mengidolakan Rival, tetapi Bila mengidolakan Alfin teman Rival.
Hanya saja karena dulu Bila salah sebut nama, akhirnya jadi salah paham sampai
sekarang ini.
Setelah acara pengumuman siswa berprestasi
selesai, ada acara hiburan, pada waktu acara itu dimulai, banyak siswa yang
meninggalkan ruangan, tak terkecuali Idar, ia langsung bangkit berdiri
meninggalkan tempatnya, ntah kemana, Bila bangkit berdiri pindah kedepan
bersama Dirna dan Zahra, kemudian dari arah samping Aira melambai-lambaikan
tangannya, kemudian duduk disebelah kiri Bila, Rana menyusul duduk disebelah
Kiri Aira. Mereka bernyanyi mengikuti anak-anak kelas XI yang menyumbangkan
lagu untuk kakak kelasnya. Sebuah lagu tentang perpisahan, Bila menyanyi lirih,
suaranya hampir tidak ada karena tiba-tiba saja ia meneteskan air mata, tapi
segera ia hapus karena ia tidak ingin teman-temannya tau, Bila ingat hari-hari
di SMAnya hanya dilewati dengan Idar, dan sekarang katika masa SMAnya berakhir,
berakhi pula hubungannya dengan Idar. “selamat tinggal Idar, inilah perpisahan
sesungguhnya.” Ucapnya dalam hati sambil menunduk dan memejamkan matanya.
Kemudian ia menarik napas dalam-dalam, membuka matanya, mengangkat kepalanya,
dilihatnya kedua sahabatnya yang sedang memandangnya, Bila kembali bernyanyi
sambil memandang kedua sahabatnya itu satu-satu, ia mengalihkan matanya
kedepan, dilihatnya Zahra juga sedang memandangnya sambil bernyanyi “ada cerita tentang aku dan dia dan kita
bersama saat dulu kala, ada cerita tentang masa yang indah saat kita berduka,
saat kita tertawa. Teringat disaat kita tertawa bersama, ceritakan semua
tentang kita.” Lalu Bila, Aira dan Rana berpelukan, Zahra tersenyum, ia
tidak bisa ikut berpelukan karena ia berada di bangku depan Bila. “sukses
teman-teman, jangan lupain aku ya kalau nanti kita kuliah beda kota.” Kata
Rana. Bila mengusap air mata Rana sambil tersenyum mengangguk menahan tangis.
“aaaa.. jangan nangis, jadi pengen nangis juga.” Ucap Aira dengan suara genitnya.
Bila dan Rana jadi tertawa. Bila ingat mamanya yang masih didalam ruangan, ia
celingukan mencari dimana mamanya duduk, setelah ketemu, ia tersenyum memandang
mamanya yang memang sedang mengawasinya. Bila bangkit berdiri menghampiri
mamanya, namun tiba-tiba lengannya ditarik Aira “mau kemana?” tanyanya. “ke
mama, itu mamaku lagi ngobrol sama mama kamu, nggak kesana juga?.” “em, nggak
deh kamu aja.” Jawabnya sambil melepas tangan Bila. “oh yaudah.” Jawab Bila
sambil berlalu. Dalam perjalanan ke mamanya, Bila mengawasi anak-anak yang ada
dibelakang, matanya menemukan sosok yang dikenal. Idar!! ada Haidar juga
rupanya disana, ia sedang memandang Bila. Bila tidak memandang balik, ia focus
pada mamanya. Sesampainya Bila disana, Bila langsung memeluk mamanya. Mamanya
membelai lembut kepala Bila “anak mama udah gede ya? Nggak terasa loh udah mau
kuliah, prasaan baru kemarin masuk SMA.” Mama Bila berkata sambil menahan
tangis harunya. “iya ma.” Bila makin mempererat pelukan mamanya, Bila tidak
peduli sedang ada dimana dan berapa pasang mata yang memandangnya. Bila sangat
sayang kepada mamanya. “gimana bentar lagi kalau nggak kuliah bareng Aira Bil?.”
Tanya mama Aira. Bila melepas pelukan mamanya, sudah ada Aira juga ternyata
didekatnya. “yaa, yang penting tetep sahabatan bu, nggak boleh lost contact,
nggak boleh nglupain, dan nanti kalau pulang kampung, Aira harus main kerumah.
Hehe.” “iya, iya adek kecil.” Jawab Aira sambil mengacak sayang kerudung Bila.
Sangking dekatnya Aira dan Bila, mereka sudah seperti layaknya adik kakak,
keluarga Aira sudah seperti keluarga kedua bagi Bila, begitu juga sebaliknya.
Begitu juga dengan Rana, rumah Rana sudah seperti rumah Bila dan rumah Aira
sendiri. Ketiganya sangat dekat, hanya saja keluarga Aira dan Bila dengan Rana,
tidak sedekat keluarga Bila dengan Aira.
Acara perpisahan berakhir, para siswa yang
kini mendapat gelar alumni meninggalkan Aula. Bila melangkah keluar Aula dengan
menggandeng lengan mamanya, tiba-tiba saja matanya menemukan sosok Juna, Bila
tertunduk. Bila baru mengangkat wajahnya ketika ia melewati Juna, Bila melirik
Juna, ternyata Juna sedang mengawasinya, Bila beranikan membalas tatapan itu,
Juna tersenyum sambil menundukkan kepala, Bila membalasnya dengan senyuman. Bila
menyenggol lengan mamanya “ma itu yang namanya Arjuna yang sering Bila certain
ke mama.” Bila menunjuk seseorang yang kini sedang bicara dengan seorang guru.
“oh itu?.” “iya ma.”
***
15 Juni 2013..
Tiga hari lagi adalah hari test masuk
Perguruan Tinggi Negeri. Bila, Aira dan Rana memilih mengikuti test di Malang
mereka menginap di sebuah tempat kost sekamar bertiga karena test membutuhkan
waktu 2 hari. Sedangkan Arjuna mengikuti test di Jogja karena ia ingin sekali
kuliah disana. Padahal test itu bisa dilakukan dimana saja, semisal mereka
memilih Perguruan Tinggi di Malang mereka tidak perlu test di Malang, bisa di
Surabaya atau ditempat lain, karena dalam test ini mereka diberi kesempatan
memilih 3 Universitas dengan masing-masing 2 prodi untuk 1 universitas dan
mereka bisa memilih sendiri dimana lokasi testnya. Tapi ntah apa yang ada
dipikiran anak-anak ini, mereka malah memilih tempat test yang jauh. Sambil
main-main kali ya?
Bila lepas kontak dengan Juna, ia lupa dan
memang ingin mulai melupakan tentang cowok dulu, yang ada dipikirannya saat ini
Bila ingin di terima disalah satu Perguruan Tinggi Negeri, ntah UM, atau UGM.
Rana tiba di Malang dua hari sebelum ujian,
ia bertugas mencari kost dan dibantu oleh kakaknya, sedangkan Bila dan Aira
baru berangkat besoknya. Tiba di Malang, Rana langsung menuju salah satu tempat
kost yang ditunjukkan kakaknya, setelah membooking satu kamar ia langsung
meng-sms alamatnya kepada kedua sahabatnya.
***
Jam
7 pagi Bila mulai siap-siap untuk pergi ke Malang. Mama Bila ikut membantu
mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa Bila, papa dan kakaknya hanya
memperhatikan.
“mama, sweater Bila yang warna merah
dimana?.”
“mama nggak tau, kamu sendiri kalau udah
makek ditaruh dimana?.”
“ah mama, biasanya ada disini ma.”
“itu kan sweater tipis, kamu pakai jaket ini
aja.” Mama Bila menyerahkan jaket warna abu-abu besar pemberian Sami.
“iya mama. Ini dipakek, tapi Bila mau pake
sweater itu juga buat cardy ma, Bila kan cuma pakek tanktop, masak berjilbab
cuma ginian doang ma?.”
Tiba-tiba papa dan kakaknya Bila tergelak.
“sekalian aja nggak pake baju.” “kak Alva apa sih ikut-ikut?.” Bila manyun.
Jam
setengah Sembilan semua sudah beres, Bila menghubungi Aira lewat telpon.
“Ra, jadi bareng?.”
“jadiiiiii. Tapi aku masih nunggu Beni, Cil.”
“lama nggak? Soalnya jam 9 aku udah harus
berangkat Ra, jam 4 sore kak Alva ada kuliah.”
“aduuhh, lama nggak ya, aku nggak tau, Beni masih
nunggu orang tuanya Bil.”
“yaudah smsan aja deh ya, aku mau makan
dulu.” Bila langsung mematikan telponnya. Ia bergegas ke meja makan dan segera
sarapan. Setelah selesai sarapan, Bila kembali kedalam kamarnya memeriksa
barang-baragnya kembali. “hm, lengkap, saatnya meluncur.” Ucapnya mantap. “Bil,
udah?.” Tiba-tiba saja kakaknya ada dibelakngnya. “udah kak.” Berbarengan
dengan itu, terdengar suara Handphone Bila tanda ada SMS masuk.
Rana
Cil,
jadi berangkat jam berapa? Nanti kalo udh nyampek Malang SMS aja ya, aku jemput
di depan gang Sunan Ampel.
Bila
Ini
mau berangkat Na, oke deh, wait yaa.
Setelah membalas pesan dari Rana, Bila segera
SMS Aira.
Bila
Ra
ayo berangkat.
Aira
Beni
blm kesini, katanya masih agk lama Din L
Bila
Yaudah
kyknya kita nggak bs bareng Ra, aku duluan ya, kak Alva udah nungguin.
“deek, ayo, udah jam 9 lewat.” “oh, eh iya
kak.” Bila membawa tas ranselnya kebawah, Handphonenya kembali berdering tetapi
tak dihiraukannya. Bila berpamitan kepada mama dan papanya, mamanya memeluk
sambil menciumnya “sukses ya sayang, kerjakan baik-baik soalnya, semoga kamu
diterima di salah satu Univ pilihan kamu.” “aamiin ma, makasih do’anya, Bila
berangkat dulu ya pa, ma.” Bila mencium tangan papa dan mamanya. “hati-hati nak.”
Ucap papa Bila. Bila hanya tersenyum. Diperlakukan seperti itu, Bila jadi
merasa akan pergi ketempat yang jauh saja. Bila naik dijok belakang sepeda Alva,
suara motornya berderu dan melaju meninggalka rumah Bila.
Dalam
perjalanan, Bila ingat Handphonenya yang tadi berdering, ia mengambil Handphonenya
dan membaca SMS yang diterimanya.
Aira
Yah,
yah aku ditinggal L
Bila tersenyum membaca SMS itu, lalu
membalasnya.
Bila
Ah
lagian kamu bareng sama Beni, dan nggak mungkin aku nunggu kamu, nggak enak
dong sama kak Alva. Aku udah dijalan Ra, duluan yaa.
Aira
Aduh,
Din, km nggalin aku bnrn? Tp iya deh Beni jg blm dtg nih.
Bila
Beni
tau jalan kan? Udah santai, sampai ketemu di Malang J
Setelah membalas pesan itu, Bila langsung
mengantongi Handphonenya dan menikmati perjalanannya, ia memikirkan
mimpi-mimpinya.
3
jam kemudian, Bila sampai ditempat tujuan, rasanya capek sekali 3 jam naik
motor tanpa istirahat. Bila segera mengambil Handphonenya ada SMS masuk, ia
Cuma lihat nama pengirimnya, “Aira.” Batinnya, Bila tidak membacanya dia
langsung menghubungi Rana.
“Halo, Ra, kamu dimana? Aku udah nyampek
depan gang su-nan am-pel.” Ucapnya dengan mengeja nama gang yang dibacanya
diatas gapura.
“sebelah mananya? Ini aku keluar dari kost.”
“mana sih? Aku nggak tau arah ah.”
“ini, ini, balik badan, aku ada diseberang
jalan.”
Spontan saja Bila balik badan, ia celingukan
mencari Rana. “itu bukan?” kata kak Alva sambil menunjuk seseorang yang tengah melambai-lambaikan
tangannya. “oh iya, Rana!.” Panggilnya dari telpon yang belum dimatikan. “udah
matiin, ngapain masih telpon wong orangnya udah disono.” Alva ngomong sambil
mengibas tangannya didepan Bila yang memandangi Rana. “oh iya lupa. Hehe.” Bila
memencet tombol merah dihandphonenya kemudian memasukkannya kedalam saku dan
berlari kearah Rana kemudian diikuti oleh Alva dengan motornya.
“udah?.”
“udah kak, kakak pulang aja, ntar telat
kuliah loh.”
“dimana tempat kosnya Ra?.”
“disana kak, nggak jauh kok.” Jawab Rana
sambil menunjuk ke belakang dan tersenyum.
“oh ya udah aku pulang dulu.”
“iya kak, ini helmnya, makasih ya kak udah
nganter.”
Alva melepas helm yang dipakainya, kemudian
menarik kepala Bila dan mencium keningnya. “sukses ya.” Ucapnya sambil
tersenyum, manis sekali. Rana tersenyum melihatnya. “udah deh nggak usah
dramatis gitu, do’ain aku diterima aja nantinya.” “iya, iya.” Jawabnya sambil
mengacak gemas jilbab Bila. “ya udah deh, pulang dulu ya. Jaga diri kalian
baik-baik. Dah Bil, yuk Ra.” “ya kak.” Jawab keduanya hampir barengan.
Setelah
Alva menghilang, keduanya langsung menuju ke tempat kost yang nggak jauh dari
jalan raya itu. Setelah sampai disana, Bila langsung meletakkan barang-barangnya
dilantai dan dia langsung melepas jilbab dan sweaternya.
“panas.”
“surabaya kali panas, ini malang.”
“iya tau, tapi aku kan baru dari perjalanan,
belum terasa dong sensasi dinginnya.”
“lihat ntar pasti kedinginan.”
“ada selimut. Week.”
“eh, gimana Aira, udah dalam perjalanan
kesini? Ntar kamu ya yang jemput ke jalan raya tadi.”
Bila langsung membelalakkan matanya. “yang
bener aja, sendirian?”
“iya, kan aku tadi udah jemput kamu. Capek
tau. Hehe” Rana nyengir.
“nggak ah bareng-bareng aja.”
“yaudah, yaudah sekarang kamu cek Handphone
kamu kali aja Aira SMS soalnya dia sama sekali nggak SMS aku.”
Bila memukul jidatnya sendiri “aduh iya, tadi
ada SMS dari Aira belum aku baca.” Bila segera mengambil Handphonenya dan dliihatnya,
ada 3 pesan disana, semuanya dari Aira
Pesan
1 09.20: iya. Hati-hati Cil :D
Pesan
2 11.58: Bil nyampek mana? Aku udah di Malang.
Pesan
3 12.45: hey, kostnya sebelah mana? Cpt bls.
Setelah membaca pesan itu, Bila bermaksud
membalas tapi Aira telah menelpon ke nomor Rana. “yuk Bil keluar, Aira gatau
jalan kesini.” Ajaknya, dia langsung menarik tangan Bila. “eh, eh, sweaterku.” Bila
segera menyambar sweater dan jilbabnya. Lalu memakainya buru-buru. “ah, Rana
tunggu bentar.” “cepetan woy, lelet amat Cil.” Sahut Aira dari telpon yang kebetulan
di loudspeaker oleh Rana. Rana tertawa.
“apa sih Ra? Sabar napa?”
“Ra, Ra, dengerin aku, dari tempat kamu itu,
kamu lurus aja, nanti ada sejenis tugu, belok aja di tugu itu, nah dideket situ
nanti kamu bakalan ketemu gang sunan ampel, jangan masuk, liat ke seberang ada
gang sunan ampel II, masuk aja ke gang itu, terus…..”
“ah ribet ah, tunggu depan gangnya aja.”
Rana menarik napas panjang. “yaudah, cepet.”
Setelah ngomong panjang lebar seperti itu, Rana menutup telponnya, ia berjalan
berdampingan dengan Bila ke jalan raya. Belum juga sampai di jalan raya
dilihatnya Aira bersama Beni sedang menuju ke arahnya, Aira cengar-cengir nggak
jelas.
“katanya nggak tau jalan, kok bisa nyampek
sini?” Bila Heran.
“iya, kamu gimana sih Ra?” tambah Rana.
“nih.” Aira menjawab sambil menunjukkan
Handphonenya.
“pakek maps? Kenapa nggak ngomong dari tadi
Airaaaa.” Bila mulai gemes sama Aira.
“loh aku emang tau gangnya, tapi kan kostnya
nggak.”
“tau gitu mending tadi nunggu didepan kost
aja ya Bil.”
“Iya Na, emang dasar Aira nyebelin.” Sahut
Bila. Aira tertawa.
“udah, udah nggak usah ribut, buruan turun
Ra. Kamu juga cil, udah wes diem yang
penting udah nyampek.”
“apa sih Ben, kamu tuh selalu aja musuin aku.”
Bila manyun.
“emang pantes dimusuhin kok.”
“resek.” Rana, Beni dan Aira tertawa.
“bentar lagi keluar ayo Ben, cari makan.”
Ajak Aira.
“nggak ah capek habis nyetir hampir 3 jam,
belum lagi liat ruangan buat ujian besok.”
“ayolah, bentar aja, habis naruh
barang-barang ditempat kost kamu, kamu jemput aku.”
“Aira, kasian Beni kalau mesti bolak-balik,
udahlah bentar lagi kita cari makan bareng-bareng aja sekalian ke Brawijaya
liat ruangan kita.” Bila menengahi.
“iya ndud.” Tambah Rana.
“nah, itu, mereka aja ngerti.” Kata Beni.
“kok gitu sih Ben? Yaudah kalau nggak mau.”
Aira berlalu sambil menggandeng lengan Rana.
“ah, Ra, ngertiin dong.”
Aira balik badan “iya, udah deh sana, nanti
ketemu di Brawijaya.” Jawabnya ketus.
“ah.” Beni mendesah lalu memutar sepedanya
dan meninggalkan mereka bertiga. Bila dan Rana hanya menggeleng-gelengkan
kepala melihat tingkah kedua sahabatnya itu, dan merekapun melangkah menuju ke
tempat kost. Diperjalanan, Handphone Bila bunyi, diangkatnya telpon yang
ternyata dari mamanya itu.
“Assalamu’alaikum Ma.”
“wa’alaikumsalam. Udah nyampek sayang?.”
“oh udah kok ma.”
“kak Alva udah balik?.”
“udah ma, tadi langsung Bila suruh pulang.”
“oh, terus Aira udah nyampek sana juga?.”
“udah ma, baru aja nyampek.”
“yaudah syukur kalau gitu, kalian bertiga baik-baik
disana ya.”
“iya mama.”
Setelah mengucap salam, Bila segera mematikan
Handphonenya.
Tiba
ditempat kost ketiganya langsung membanting tubuh mereka dikasur yang
sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Sebelumnya mereka telah memutar otak
bagaimana caranya agar tempat tidur itu bisa muat untuk tiga orang, terlebih lagi
karena ada Aira yang agak big size. Akhirnya mereka sepakat untuk memutar
posisi tidur, mereka biarkan kaki mereka bergelantungan yang penting kasurnya
pas untuk tiga orang. Bila ada ditengah, disebelah kanan Bila, Rana dan disebelah
kiri Bila, Aira.
***
Jam
4 sore mereka bergegas menuju ke Brawijaya diantar oleh anak-anak kost yang
kebetulan kakak kelas mereka sewaktu SMA dan sekarang kuliah di Brawijaya. Bila
merasa Handphonenya bergetar tanda ada SMS, tetapi ia tidak menggubris karena
ia berpikir mungkin bukan SMS penting. Bila sedang melihat-lihat Universitas
Brawijawa. “wow, amazing.” Ucapnya ketika sudah berada didalam UB “besar
banget, sampek jalan raya aja ada dalam kampus.” Mendengar celetukan Bila semua
spontan tertawa. Bila hanya diam bingung. Begitulah Bila apa yang ada
dipikirannya selama ia berpikir pantas untuk diungkapkan, dia akan mengugkapkan
begitu saja.
Setelah
menemukan lokasi test masing-masing, Bila, Aira, Rana dan kakak-kakak kelas
mereka meninggalkan kampus. Aira mengajaknya berpencar dan balik ke kost bareng
Beni. Awalnya Bila nggak enak, ia merasa menjadi kambing congek kalau harus
nungguin orang pacaran, tetapi baik Aira ataupun Beni sama sekali tidak
mununjukkan sikap itu. Akhirnya Bila ikut saja. Dalam perjalanan, Bila ingat
kalau tadi ada SMS masuk, segera dibukanya SMS itu, ternyata dari nomor baru.
+6285783467990
Assalamu’alaikum. Jovi?
Tanpa berpikir panjang, Bila langsung
membalasnya.
Bila
Wa’alaikumsalam. Iya? Siapa ya?
Setelah membalas pesan, Bila berpikir keras,
mencoba menebak siapa yang SMS, karena seingat Bila tidak ada temannya yang
memanggilnya Jovi kecuali kakek dan keluarga di luar kota.
“Cil, diajak ngomong kenapa diem aja sih?.”
Suara Aira mengagetkan Bila.
“oh eh apa Ra?”
“hiiii, mau cari makan nggak? Apa langsung
balik ke kost?.”
“balik aja, aku udah nitip makanan kok ke
Rana.”
“aku nggak kamu titipin juga kan?.”
“ya nggak, katanya tadi nggak mau?.”
“oh yaudah Ben, anterin Sacil ke kost dulu
aja, terus balik lagi.”
“loh, jadi kalian mau keluar lagi? Kenapa
tadi ngajak aku? Kan aku bisa bareng yang lain terus kalian jadi nggak bolak
balik gini.”
“ah udah nggak apa-apa kok Cil.”
“kenapa nggak nitip Rana aja sih tadi Ra,
terus nanti makan bareng-bareng di kost.”
“iyaa ini, tadi nitip Rana kan enak.” Beni
ikutan ngomong.
“aku kan pengen makan sama kamu Ben.”
“habmmmmm..” Bila mencibir gaya manja Aira.
Akhirnya
Beni menuruti permintaan Aira, mereka mengantarkan Bila kembali ke kost dan
kemudian pergi lagi. Bila masuk kedalam kamar dan disambut oleh pertanyaan
Rana. “loh, kemana Aira Cil?”
“hm?” Bila menjawab malas.
“Aira.”
“oh, keluar lagi sama Beni, cari makan
katanya.”
“oh. Oh ya ini makanan kamu, makan yuk?”
“yuk!.” Bila menjawab dengan semangat dan
langsung menyambar makanannya. Sepertinya dia memang kelaparan.
Selesai
makan keduanya langsung mencuci piring dan bergantian melaksanakan sholat
isya’. Setelah sholat, Bila tidur-tiduran dan Rana asyik dengan laptopnya.
“cari makan apa nyasar sih Aira kok belum
pulang?.”
“nggak tau ah, paling juga masih
jalan-jalan.” Bila menjawab seenaknya sambil bangkit dari tidurnya karena dia
mulai ingat dengan Handphone. Diraihnya Handphone yang tergeletak dimeja.
“hah?.” Bila berkata sambil menutup mulutnya, wajahnya berseri. “ada apa Cil?.”
Rana penasaran karena tiba-tiba sahabatnya bertingkah seperti itu.
“aaaaa Rana, Sami Na, Sami.”
“iya, kenapa Sami?.”
“dia SMS aku Na. AAAAAAAAA.” Bila
jingkrak-jingkrak dan memeluk Rana.
“mana? Mana? SMS apa?.”
“nih liat Na.” Bila memberikan Handphonenya
dengan masih jingkrak-jingkrak senang.
+6285783467990
Aku Sami bil, apa kbr?
Setelah membacanya, Rana memberikan
Handphonenya kepada Bila.
“nanananananana.”
Terdengar orang bersenandung diluar kamar
kost, sepertinya dia menuju ke kamar mereka. Bila dan Rana diam memandang pintu
kamar mereka, menunggu siapa yang akan masuk.
“lhaaaa. Hahaha” Aira masuk sambil tertawa.
Rana kembali memutar badannya ke laptop, Bila
duduk dan sibuk dengan Handphonenya. “kalian kenapa sih? Kok nggak nyambut
aku?” Tanya Aira manja.
“udah sholat sana, terus belajar.” Jawab Bila
seenaknya.
“eh, kalian ndiri kenapa nggak belajar?”
“nungguin kamu.” Jawab mereka barengan kayak
udah janjian.
“loh.” Bila dan Rana saling pandang dan
tertawa.
“so sweet bangeeettt.” Aira menjawab sambil
mendekap dadanya.
“norak!” Bila menjawab dengan tetap memandang
Handphonenya.
“Bil, kamu SMSan sama siapa sih? Serius amat,
kan jomblo terus ngapain Handphone diseriusin?”
“resek.”
“noh, Sami SMS Sacil, makanya Sacil serius
kayak mau makan Handphone aja.” Rana menjawab tanpa mengalihkan pandangannya
dari laptop.
“iya Raa, aku seneng banget tau nggak.” Bila
jadi norak juga.
“SMS apa, SMS apa?.”
Bila menceritakan semua awal mula SMSannya
mereka, diawali dari nggak taunya Bila kalau ada SMS sampai barusan itu.
Padahal, Aira cuma tanya SMS apa. Begitulah Bila kalau lagi seneng, dia
bercerita dengan semangat meski kadang yang dengerin nggak semangat seperti
dirinya. Dia membaca dengan keras setiap SMS yang diterimanya dari Sami. “Cil,
jangan terlalu berharap dulu ya, ntar ceritanya sama kayak waktu itu, dia nggak
balik lagi.” Kata Aira khawatir sahabatnya itu sakit hati lagi. Aira dan Rana
tau dengan jelas bagaimana kisah Bila selama ini, meski mereka terlihat nggak
pernah serius, tapi dalam diri mereka tersimpan rasa peduli yang sangat besar
terhadap satu sama lain. “ya, aku nggak berharap banyak kok, cukup berteman,
biarin dia balik, dan bukan berarti dia balik ini untuk hubungan yang dulu kan?
Apalagi setelah aku tau kalau dia bakalan kuliah di luar negeri, rasanya…”
“ke luar Negeri?” Rana memotong kalimat Bila.
“he’em.” Bila menganggukkan kepala.
“kemana?.” Tanya Aira dan Rana kompak.
“he,, kompak banget.” Kembali keduanya
mengatakan kalimat yang sama, kemudian tertawa. Setelah tertawa, keduanya
kembali memandang ke Bila sambil menunngu jawaban.
“Australia.” Jawab Bila singkat.
“emang udah ketrima?.” Tanya Rana.
“belum, katanya sih masih proses, ini minta
do’a.” Aira dan Rana pun ngangguk-ngannguk.
Setelah mendengar cerita Bila, Aira langsung
bergegas ke kamar mandi, Bila mulai sibuk dengan bukunya dan Rana masih sibuk
dengan laptopnya.
***
Hari pertama test masuk ke Perguruan Tinggi
Negeri. Bila bangun jam 3 untuk sholat tahajud. Dia membangunkan ke dua
sahabatnya tetapi hanya gumaman nggak jelas yang dia dapat. Bila memutuskan
sholat dulu dan kemudian kembali membangunkan mereka. Tetapi setelah Bila
sholat pun mereka tidak bangun, akhirnya Bila diamkan mereka, biar subuh saja
mereka bangun. Bila menunggu subuh dengan belajar dan mempersiapkan diri untuk
test nanti. Ketika adzan subuh berkumandang, Bila menutup bukunya dan bergegas
sholat. Setelah sholat, dia mencoba membangunkan kembali sahabatnya. “Aira,
Rana bangun, udah subuh tau, kalian katanya mau belajar? Sholat yuk sholat”
“hm, jam berapa sekarang?.” Rana bertanya
dengan mata yang masih tertutup.
“jam setengah lima Na.”
“apa? Kok kamu nggak bangunin aku jam 3 tadi
sih Cil?.”
“udah Ra, tapi kamu nggak bangun.”
“emm, apa sih brisik tau.” Aira mulai bangun
juga.
“bangun Ra, tidur mulu, udah subuh nih.”
“ini loh Ra, Sacil nggak bangunin kita jam 3
tadi.” Rana ngadu.
“kata siapa? Dibangunin kok Ra, aku ngrasa
tapi nggak bangun. Hehe.”
“nah kan, aku bangunin kamu Na.”
“oh iya ya? Aduh ini efek kita tidur jam dua
belas lebih.”
“tapi nggak segitunya juga kali Na, aku loh
tidur lebih malam dari kamu tapi aku bisa bangun kok. Udah deh udah, kalian
berdua cepet sholat, terus belajar, keburu jam kita berangkat ini.”
Akhirnya setelah beradu mulut, dengan malas
Rana bergegas ke kamar mandi, Aira menunggu giliran dengan tiduran. Bila
geleng-geleng kepala melihat tingkah ke dua sahabatnya itu.
***
Jam
enam pagi mereka mulai siap-siap untuk pergi ke kampus tempat mereka test.
Ruangan Bila dan Aira berada di tengah-tengah area kampus sedangkan ruangan
Rana berada di dekat gerbang masuk.
“Sacil, bareng aku sama Beni ya? Tempat test
kamu kan jauh, di tengah-tengah kampus.”
“lalu Rana?.”
“oh iya.” Aira menapok jidatnya.
“iya Ra, masak aku ditinggal?.”
Mereka diam, sibuk menata dan merapikan
kerudung mereka.
“eh, gini aja deh, Sacil jalan kaki sama aku,
kamu kan di jemput jam tujuh sama Beni, jadi jam setengah tujuh bentar lagi aku
sama Sacil langsung berangkat, terus nanti kita tunggu kalian di gerbang kampus
dan kamu bawa deh Sacil ke tempat testnya. Yah, biar aku nggak sendirianlah
berangkatnya. Tempat test aku kan deket gerbang.” Tiba-tiba Rana dapat ide.
“he’em Rana bener tuh, itung-itung kita sama
olahraga pagilah jalan kaki ke kampus.”
“oh iya bener, iya, iya deh.” Aira setuju
juga.
“yaudah kamu cepet SMS Beni suruh jemput biar
nanti nggak telat.” Bila memberi saran.
“udah tapi nggak dibales.”
“ah udah, udah, biar itu di urus sama Aira
aja, yuk Cil berangkat udah mau jam setengah tujuh nih, kita kan jalan kaki,
butuh waktu lebih lama daripada Aira.” Rana menarik tangan Bila.
“eh, eh aku ikut, bareng dong ke depannya.”
“cepetan.” Ucap Rana dan Bila hampir
barengan.
“sepatuuuu.” Bila berteriak sambil kembali ke
kamar.
“Sacil!” Rana berteriak setengah membentak Bila.
“hahahahahahaha.” Bila tertawa keras.
“nah, sapa yang lama, sapa yang
muter-muter?.” Aira merasa menang.
Setelah memasang sepatu ketiganya bergegas
keluar kost. Sesekali Bila berhenti membetulkan sepatunya yang nggak pas atau
talinya yang kurang rapi.
“cepetaann.” Aira gemes juga dan menarik
lengan Bila.
“hahahaha.” Bila tertawa kemudian diam.
“kalian hobi banget sih narik-narik aku.” Bila
mulai protes dan manyun.
Aira dan Rana hanya membalas dengan tertawa.
Sampai dipersimpangan jalan yang ada
warungnya, Aira berhenti dan memilih menunggu Beni disana.
“eh, aku nunggu Beni disitu aja deh ya, sama
makan.”
“ya udah kita duluan kalo gitu.” Rana pamit.
“yaah, Cil, Na masak aku ndirian?.”
“Aira, masak kita nungguin kamu, bisa telat
dong, kita kan jalan kaki.” Bila menjawab dengan menahan sabar.
“oh iya, ya udah, berangkat sana. Hust hust.”
“huuuu, jangan lupa aku nunggu kamu
digerbang.”
“iyaa.”
“jangan telat soalnya kalo kamu telat aku
juga telat.”
“iya Cil.”
“beneran, aku masih belum tau jelas ruangan
aku.”
“Sacil iya!”
“enngg…” Bila mau ngomong lagi kalau Rana
nggak menariknya.
“cerewet, ayoooo.”
“Aira, jangan lupa.”
“Cil, tak lempar sepatu nanti ya.” Aira naik
darah juga.
“hahahaha..” Bila tertawa sambil menarik Rana
balik.
Bila
dan Rana berjalan berdampingan menuju ke kampus dengan ngobrol dan diselingi
ketawa karena candaan Bila. Mereka tiba di kampus jam tujuh kurang sepuluh
menit. Sambil menunggu Aira dan Beni datang, mereka berdua duduk-duduk didekat
salah satu Fakultas. Sampai jam tujuh lebih sepuluh menit, Aira dan Beni belum
juga datang, Bila mulai geram. “mana sih nih anak berdua, masak aku mau
ditinggal, fakultasku jauh banget, SMS nggak dibales, telpon nggak diangkat.”
“iya ya Cil, gimana ini?.”
“kamu buru-buru?.”
“iya, aku kan mesti jalan lagi terus aku masih
belum tau kelasnya dimana.”
“ya udah kamu kesana aja deh Na, biar aku
tungguin mereka berdua disini.”
“yakin? Nggak papa kalo aku tinggal.”
“iya yakin Na, udah kesana aja daripada kamu
telat.”
“ya udah aku duluan ya Cil.”
“ya Na.”
Akhirnya Rana meninggalkan Bila juga karena
ujian akan dimulai dua puluh menit lagi. Lagi kesel-keselnya Bila, tiba-tiba
“ayo Cil.” Bila yang lagi nunduk spontan mengangkat wajahnya. “Aira, Beni,
kemana aja sih lama banget, lima belas menit lagi ujian dimulai.”
“tau nih Beni Cil.” Aira cemberut.
“makanya ayo Cil, buruan, jangan ngomong
aja.” Beni kesel juga.
“nah kan, hobi banget kamu ya Ben musuhin aku.”
“ah, ayo, tak tinggal kamu yaa.”
“coba aja.”
Beni menghidupkan sepedanya, kemudian pergi
ninggalin Bila. Bila panik, baru saja dia mau teriak, Beni sudah memutar balik
motornya.
“Beniiii..” Bila sebel.
“hahaha, ayo, mau aku tinggal beneran takut
kamu nangis.”
“hahahaha, ayo Cil, buruan.” Aira ikut
tertawa juga.
***
Ujian
hari pertama berakhir jam 11 siang. Bila pamit pulang dengan teman-teman test
yang baru dikenalnya. Beni dan Aira sudah janji akan menjemputnya, tetapi
sampai Bila berada didepan Fakultasnya, belum juga keliatan tanda-tanda
keberadaan mereka, tetapi kali ini Bila santai karena dia bisa sampai kost jam
berapa saja tanpa ada hukuman atau yang lainnya. Beda dengan test tadi yang
kalau Bila telat, ia akan dicoret sebagai peserta. Bila berjalan meninggalkan
Fakultasnya dan mengirim pesan kepada Aira.
Bila
Ra, aku tunggu sambil jln kaki ya. aku
lewat jln yg tadi kita lewati. Tp ntahlah aku msh ingat atau gk. :D
Bila ketawa sendiri membaca SMSnya dan
memikirkan keputusannya untuk nunggu mereka sambil jalan. Karena dia sendiri
sudah lupa dengan jalan tadi.
Aira
Ke arah mana? Qm ke Fakultasku aja. Kan
deket dr fak. Qm..
Setelah membaca SMS Aira, dia jadi ingat
kalau Fakultas Aira tidak begitu jauh dari sana.
Bila
Ya udah aku ikuti jln ya, nanti kamu pgl
aku kalo liat aku.
Sesampainya
Bila disana, dia celingukan mencari Aira. “Cil.” Aira memanggilnya sambil melambai-lambaikan
tangan. Bila berlari ke Aira yang telah bersama Beni itu. “huh, yuk pulang Cil.
Gimana testnya?”
“ya gitu deh standart”
“punyaku aja nawur kok, santai.” Beni ikut
jawab.
“huuuu, gaya kamu Ben.” Bila mencibir.
“yo wes
ayo pulang, capek.”
“ayo Ben, oh iya aku turunin dideket gerbang
tadi ya, aku pulang bareng Rana, jalan kaki lagi.”
“oke.” Jawab Beni, sementara Aira hanya tersenyum
manja kepada Bila.
***
Bila
dan Rana membanting tubuhnya dikasur setelah mereka sampai di kost. “capek juga
ya, panas Na.”
“iya Cil. Huh.”
“aku langsung mandi aja deh, terus sholat dan
tidur, nyiapin tenaga buat ntar malam belajar. Haha.” Bila ketawa.
“ya deh cepetan, terus aku.”
Bila menyambar handuknya dan mengambil
peralatan mandinya. Ketika melewati Rana, iseng-iseng dia memukulnya dengan
handuk
“resek.”
“hahaha.” Bila tertawa dengan setengah
berlari ke kamar mandi, takut kalau-kalau Rana membalasnya.
15 menit kemudian.
“nanananana..” Bila kembali ke kamar dengan
bersenandung.
“Na ud…. Loh Aira udah disini.”
“cepetan Na mandi, terus aku.” Aira berkata
sambil nyengir ke arah Bila.
Setelah
mereka bertiga selesai mandi dan sholat, ketiganya langsung tiduran sambil
ngobrol-ngobrol bahas masalah test dan cerita yang lain sambil ketawa-ketawa.
“eh, kalo tak
pikir-pikir disini nih kita loh yang paling rame.” Aira memotong pembicaraan
sebelumya.
“haha, iya Ra, mbak-mbaknya pasti mikir ‘apa
ae ta anak-anak sebelah ini’.”
“haha malu-maluin. Yuk tidur aja yuk.” Ajak Bila.
***
Jam
lima Bila kebangun, dilihatnya ke dua sahabatnya masih tertidur. Bila denger ada
sesuatu diluar kost. “hujan!” teriaknya. Seketika itu dia langsung keluar kost,
Bila ingat handuknya yang dijemur tadi siang. Setelah sampai diluar kost,
ternyata jemurannya udah ada yang mindahin, tetapi sudah basah kuyup. “yah,
basah.” Desahnya.
Bila
kembali kedalam kamar, “ada apa sih Cil, brisik kamu tadi.”
“hujan Ra hujan, handukku jadi basah tau,
lagian ini udah sore bangun, sholat.”
“loh emang iya hujan? Handukku?.” Rana yang
keliatannya tidur nyenyak bangun juga.
“aku tadi sih denger hujan, tapi aku liat
kalian tidur nyenyak-nyenyak aja ya udah aku lanjut tidur lagi.” Ucap Aira
dengan tingkah tanpa dosa sambil membetulkan posisi tidurnya.
“Airaaaaaaa.” Teriak keduanya.
“lha wong kalian tidur, kirain aja nggak ada
apa-apa diluar.”
“ah, terus aku mandi pakek apa?.” Bila
bingung.
“mau mandi lagi kamu Cil?.” Tanya Rana.
“iya Na, kamu nggak?”
“nggak ah males.”
“aku juga nggak ah, males.” Aira ikut jawab.
“ah terserah-terserah kalian deh, aku mau
mandi dulu, keburu asharnya habis, terpaksa pakek handuk basah.”
“aku wudhu dulu deh Cil, kamu kan mandi
lama.”
“ya udah cepetan Na, kamu juga wudhu gih Ra.”
“ntaran aja.” Aira menjawab sambil tetap
tidur.
Bila hanya geleng-geleng kepala lihat tingkah
sahabatnya yang satu itu.
Setelah
sholat ashar dan maghrib, ketiga sahabat itu sepakat untuk keluar bareng cari
makanan kecil di Alfamart dekat kost sekalian jalan-jalan lihat suasana sekitar
kost di malam hari. Hanya sebentar, sebelum isya’ mereka telah kembali dengan
membawa sekantong plastik besar makanan.
“dek nggak mau nitip makanan? Kita mau keluar
nih.” Terdengar suara mbak Prita, mbak kost sekaligus kakak kelas mereka
sewaktu SMA.
“Na, nitip nggak?” tanya Bila
“nitip aja Cil, daripada kita keluar kan
nggak ada kendaraan, kamu Ra, nitip nggak?”
“nggak deh aku mau ngajak Beni keluar makan
bareng aja.”
“hyaahh, kalo Beni nggak mau?” Bila nyaut.
“iya mbak nitip.” Rana teriak
“berapa dek? 3 bungkus ya?”
“nggak mbak dua aja.”
“loh….”
“nih, Aira mau kencan.”
“kencan mulu Ra.” Ucap mbak Prita sambil
ketawa.
Aira hanya menjawab dengan cengiran.
Jam
8 malam, Aira keluar makan sama Beni, Bila dan Rana belajar sambil dengerin
musik. Lama belajar, keduanya bosan dan memilih untuk nonton video Bayu Skak.
Baru aja nonton, keduanya langsung ngakak-ngakak nggak jelas.
“Na, udah jam sembilan lewat kok Aira belum
pulang-pulang ya?”
“nggak tau masih jalan-jalan kali ya? biarin
ah udah gede gitu pasti tau jalan pulang.”
“nggak gitu Na, kan nggak enak aja sama anak
kost yang lain kalo pulang malem-malem, kita kan cuma penghuni sementara.”
“ya juga sih.”
Keduanya diam, kembali nonton video Bayu
Skak. Tidak lama, terdengar ada yang buka kamar mereka. Keduanya langsung
menoleh kearah pintu, ada kepala menyembul disana.
“Aira belum pulang dek?”
“belum mbak.” Jawab Rana.
“tadi aku ketemu di Matos sama Beni cowoknya
itu.”
“iya mbak tadi keluar sama Beni kok.”
“wah kencan mulu tuh anak, jadi ngiri.” Ucap
mbak Prita sambil nyengir.
“iya tuh mbak.”
“mbak tinggal kalian keluar dulu ya bentar.”
“loh mau kemana mbak?” Bila penasaran.
“ada deh, kencan sama mbak Tia.”
“Bilang ada deh, tapi malah kasih tau kita
mbak ini.” Bila protes
“oh iya keceplosan.” Mereka tertawa.
“udah-udah yaa, mbak berangkat. Daaaahh.”
“ya mbak hati-hati.” Jawab mereka berdua
barengan.
Setelah
mendengar suara motor mbak Tia menghilang, Bila naik ke kasur untuk tiduran,
Rana tetap di bawah mengotak atik laptopnya. Terdengar suara langkah kaki
mendekat.
“Na, kayaknya Aira deh, pura-pura tidur!.”
Rana langsung naik ke atas kasur dan ikutan
pura-pura tidur.
Aira membuka pintu kamar dan menguncinya,
kemudian langsung duduk di dekat ranjang sambil memeluk kakinya, dan
menenggelamkan wajahnya disana. Bila dan Rana mendengar suara isak tangis. Bila
segera balik badan ke arah Rana, bertanya Aira kenapa dengan isyarat mata. Rana
menjawab dengan mengangkat bahu. Rana bangkit duduk mendekat ke arah Aira
sementara Bila tetap pada posisinya tidur telentang sambil memperhatikan Aira.
“Ra, kenapa?.” Tanya Rana.
Tidak ada jawaban, Aira tetap menangis. Rana
membalik tubuhnya kearah Bila dan mengangkat bahunya.
“Ra..” Rana menoel bahu Aira.
“Beniiiiiii…. Hemmmm.” Aira teriak nggak
jelas sambil nangis.
Bila langsung memiringkan badannya dan
menutup wajahnya dengan bantal, dia sudah menduga masalahnya.
“iya kenapa Beni?.” Rana mulai agak bingung.
Aira menceritakan semua kejadian mulai dari
berangkat sampai pulang tadi, rupanya mereka berdua sedang bertengkar gara-gara
masalah kecil. Rana mendengar dan memperhatikan dengan serius, sementara Bila
hanya memperhatikan sambil tiduran dan menikmati musik dari laptop Rana. Bila
bersikap biasa karena dia sudah tau siapa sahabatnya yang satu itu dan
bagaimana dia. Setelah memberi saran dan Aira tetap nangis Bila diam. Kemudian
nyeletuk seenaknya. “uang kamu masih ada nggak Ra, setelah makan dan belanja
kayak gitu tadi?.”
“uang aku habis, haaaaa.” Tiba-tiba Aira
mengganti topik dan ganti menangisi uangnya.
Rana langsung garuk-garuk kepala heran.
“udah Na, nggak usah heran, gini nih anak
gila kalo lagi galau.”
Aira ketawa tapi tetap nangis. Spontan Bila
dan Rana ketawa.
“ah biarin ah, terserah Beni aja, mana laptop
kamu Na, nonton Bayu Skak ajaa.” Ucap Aira dengan gaya manja.
Setelah beberapa saat, Aira ketawa
ngakak-ngakak, Rana ketawa ngetawain tingkah Aira yang aneh, Bila langsung
bangun dari tidurnya dan ikutan ketawa.
“Ra, kamu tuh galau masih aja ketawa.” Ucap Bila
“biarin ah daripada mikirin Beni.” Aira
manyun.
“hayoo, ngetawain apa kok rame banget. Buka
pintunya dek.” Terdengar suara mbak Prita dari luar.
“bentar-bentar jangan dibuka Cil.” Aira
mencegah, dia langsung mengusap air matanya.
“udah-udah buka aja.”
“ini mbak ngetawain Bayu Skak.” Jawab Bila
sambil membuka pintu.
“loh, Ra udah pulang, cie yang habis kencan.
Loh habis nangis kamu ya?.” mbak Prita mendekat ke Aira.
“ahhh embak, udah deh mbak.”
“loh kenapa nih Aira adek-adek.” Mbak Prita
jadi bingung.
“biasa mbak galau.”
Tiba-tiba Aira ketawa keras.
“nih anak habis nangis bisa ngakak kayak gini
ya.” mbak Prita jadi heran.
“biasalah mbak, anak gila, ya gitu mana
pernah serius.” Jawab Bila seenaknya.
“ya udah deh biarin, ini mbak bawa makanan,
yuk makan bareng-bareng nih cemilan.”
“nggak mbak malu.” Jawab mereka bertiga
kompakan niruin gayanya mbak Prita.
“ada malu diomongin gitu dek.” Mbak Tia
ikutan ngomong, mbak Prita ketawa.
“ayok yang galau nih dimakan.”
“nggak ah mbak malu.” Aira menjawab dengan
gaya malu-malu.
“iiihhh, gaya kamu loh Ra.” Protes Bila.
Selesai
makan-makan bareng mbak Prita dan mbak Tia, ketiganya langsung tidur, tapi
sebelum tidur seperti biasa mereka bercanda dulu.
“ada SMS eh, dari Beni. Sayang jaketnya
bagus, aku suka, makasih ya.” Aira membaca SMSnya.
“resek nih Beni, tadi ngomel-ngomel sekarang bilang
suka.”
“yaaaaa, sayang tadi Aira udah nangis.” Ucap Bila
dengan gaya mengolok Aira. Ketiganyapun ketawa.
***
Hari
ini, adalah hari test kedua, jam setengah sepuluh Rana udah pulang duluan
karena dia hanya ikut test saintek, sedangkan Bila dan Aira ikut test campuran
jadi pulangnya jam setengah dua belas. Meski tidak ada Rana, Bila tetap pulang
jalan kaki, kemarin dia sudah janji akan menemani Elvan pulang jalan kaki
karena Elvan nggak ada kendaraan dan arah kost mereka sama. Elvan adalah salah
satu teman SMA Bila. Elvan sudah menunggunya di gerbang ketika Beni dan Aira
mengantarnya.
“El, nitip Sacil ya.” ucap Beni.
“yuk tenang aja.” Jawab Elvan.
“ya udah kita jalan dulu. Yuk Cil, yuk El.”
“daaaa, Sacil.” Aira melambaikan tangannya.
Bila membalas lambaian tangan Aira.
“yuk El jalan.”
Mereka berdua jalan sambil ngobrol-ngobrol
membicarakan rencana mereka kalau nanti nggak di terima test. Mereka sepakat
untuk ikut jalur mandiri di UB.
Sampai dideretan penjual kaki lima Bila
merasa ada yang manggil. “ssstt.” Bila nengok ke kanan kiri, depan belakang
tapi nggak ada siapa-siapa. “Bil.” Elvan menyikut lengan Bila dan memberi
isyarat untuk menengok ke salah satu warung.
“ciieee, so sweet ya jalan berdua.”
“iya dong Ra.” Bila dan Elvan menjawab hampir
barengan.
Ternyata yang manggil Bila tadi Aira dan
Beni.
“yuk Ra, duluan yaa.” Bila melambaikan
tangan.
“nggak makan dulu Cil?”
“nggak deh Ra. yuk”
“mampir dulu sini Cil, El.” Kata Beni
“nggak deh Ben, ntar aja makan di kost.”
“nggak deh Ben, makasih.” Elvan ikut
menjawab.
“Ya udah deh, daaaa kalian berdua.”
“iya Cil.” Beni mengangguk.
“daahh .” Aira membalas lambaian tangan Bila.
“nggak makan dulu Bil?” tanya Elvan.
“nggak Van, kamu mau makan?”
“nggak deh.”
“ayo kalo makan aku temenin.”
“nggak deh, nggak laper kayaknya, yuk jalan
aja.”
“oh ya udah Van.” Keduanya pun melanjutkan
jalan.
“hey, ayo nyebrang, itu gang ke kostku, kamu
mau lewat situ kan?.” Bila menunjuk gang yang berada di seberang jalan.
“bentar-bentar ngidupin maps dulu, aku nggak
tau jalan.”
“cepetan El.”
“nih, nih udah yuk jalan. Loh loh Bil, kok
jalan juga.”
“apanya El?.”
“ini titik di maps.”
Spontan Bila ketawa mendengar ucapan Elvan.
“Elvan, malu-maluin, ya iya jalan, itu kan posisi
kamu.”
“ya Allah geblek banget aku, katrok-katrok.”
Bila ketawa nggak bisa berhenti.
“yuk El nyebrang.”
“aduh hati-hati Bil.”
Elvan maju mundur bingung antara mau nyebrang
dan tidak karena jalanan rame. Bila hanya diam menunggu jalanan agak lenggang.
Dia kembali ketawa melihat tingkah Elvan seperti itu.
“ayo, ayo El udah agak lenggang nih.”
“aah, ahh, aduh, aduh, mepet-mepet.” Elvan
nyebrang jalan sambil ngomong nggak jelas.
“hahaha, kamu tuh apa sih El, malu-maluin.” Bila
ketawa-ketawa hampir jongkok karena perutnya mulai sakit.
“aku takut nyebrang Bil.” Elvan menjawab
sambil ketawa.
Sampai dipersimpangan jalan mereka berdua
berpisah karena Bila harus belok sementara Elvan harus berjalan lurus.
“ya udah El hati-hati ya, makasih, aku
belok.”
“ya aku yang makasih Bil.”
“sama-sama deh, hati-hati juga kalo bailik ke
Surabaya. Daaaaa.”
“daahh.”
Bila
berjalan santai dan sesekali bersenandung kecil, setiap bertemu orang dia
tersenyum ramah. Sampai di kost, dia masuk dan mengucap salam, lalu menarik
napas panjang “selesai.” Desahnya. “Na.. Rana.” Bila masuk ke kamar sambil
memanggil Rana. Dia langsung menutup mulut ketika tau bahwa Rana sedang tidur.
Diapun meletakkan barang-barangnya secara perlahan. “Cil, udah pulang?”
mendengar suara itu, spontan Bila balik badan. “loh Na, udah bangun?.”
“iya udah, mulai jam setengah sepuluh tadi
aku tidur, rasanya puas.” Rana menguap lebar.
“huuh, dasar tidur mulu.”
“biarin, eh Aira kemana?.”
“nggak tau belum pulang tuh, tadi sih masih
makan sama Beni.”
“jadi pulang hari ini bareng Beni?.”
“ya iya Rana, mau pulang sama siapa lagi
dia.”
“oh iya, ya udah sana gih mandi, aku packing
dulu.”
“yap, sekalian punyaku dipackingin juga ya.” Bila
ngomong sambil berlalu pergi kedepan mengambil handuk, tidak mempedulikan
omongan Rana dan kembali lagi ke kamar.
“Na, jadi pulang jam berapa?.”
“jam tiga bentar lagi. Buruan mandi, ntar
kemaleman nyampek Surabaya.”
“hai.. hai.” Tiba-tiba ada Aira.
“aduh, yang lagi packing, nggak kayak aku
udah siap dari tadi pagi.”
“huuhh, apa sih Ra.” Dengus Rana.
“eh aku pulang duluan, udah di tunggu Beni
tuh.”
“sekarang?” Bila mupeng.
“ya iya Ciil.”
“nggak bareng sama kita Ra?.”
“nggak Bil, kasian Beni nungguin lama.”
“ya udah Ra, hati-hati.” Rana berkata sambil
bangkit berdiri. Mereka berdua mengantar Aira keluar kost. Tidak lupa juga Aira
pamitan sama mbak-mbak kostnya.
“yuk mbak pulang, makasih ya.”
“oke, pulang sama Beni kan?” tanya mbak
Prita.
“ya mbak, tuh Beni.”
“hati-hati Ra.” Kata Bila.
“sip, yuk mbak, Cil, Ra.”
“iya Ra. Hati-hati.” Jawab mereka kompak.
“Cil, Ra, ayok duluan. Prit makasih yo.” Beni
ikut pamitan.
“yuk sip Ben.”
Sepeninggal
Beni dan Aira, Bila segera mandi bergantian dengan Rana. Tepat jam tiga setelah
sholat Ashar, Bila dan Rana pun balik ke Surabaya dengan angkutan umum, Rana
tidak ada yang jemput, jadi Bila menemaninya naik angkutan umum sekalian tidak
mau merepotkan kak Alva lagi. Tak lupa, mereka juga pamit sama mbak-mbak kost
dan mengucapkan terimakasih kepada mereka.
***
6 Juli 2013…
Hari-hari
Bila berjalan normal, komunikasi dengan Arjuna kembali terjalin. Bila merasa
hari-harinya monoton, hanya diisi dengan malas-malasan sambil menunggu hasil
test. Iseng-iseng dia membuat perahu kertas, ditulisinya semua kertas dibagian
layar perahu dengan harapan-harapannya. Mulai dari Universitas harapan,
Fakultas harapan sampai cowok yang dia harapkan, ada dua inisial disana. A dan
S. artinya Arjuna atau Sami. Bila menggantungnya di dinding-dinding hingga
membentuk seperti hiasan dinding. Tau adik semata wayangnya tidak keluar kamar
sama sekali, Alva penasaran apa yang sedang dilakukan adiknya itu, dia membuka
kamar adiknya yang setengah terbuka.
“hay, lagi ngapain ka..” kalimat Alva
berhenti disana. Dia ternganga melihat kamar adiknya banyak perahu kertas
bergelantungan.
“lagi ngehias kamar ya Bil?.”
Bila membalikkan badannya. “hm? Oh iya kak,
masuk aja, sini bantuin Bila.”
“sampek jelek gitu kamu Bil, mandi gih udah
sore.”
“nanggung kak, nylesain ini dulu deh.”
“ya udah sini aku bantuin, mau dibentuk kayak
gimana sih?.”
Kemudian Bila menjelaskan panjang lebar
tentang design kamarnya. Alva hanya manggut-manggut paham.
“nah jadi gitu, ya udah aku mandi dulu deh
kak, bau banget badanku, keringetan lagi.” Bila berkata sambil berlalu.
***
Bila
kembali ke kamar dengan bersenandung kecil, dibukanya pintu kamar lalu dia
mengangkat wajahnya. “wow, perahu-perahuku udah terpasang semua?.”
Alva hanya menjawab dengan senyuman yang
sangat manis, senyum tulus yang selalu membuat Bila tenang.
“kak Alva, makasih bangeett.” Bila langsung
berlari memeluk kakaknya. Alva mengacak gemas rambut Bila.
***
Malam hari, Bila menikmati suasana
baru kamarnya. Dia tersenyum senang melihat perahu-perahu itu. “semoga harapan
dalam perahu-perahu itu menjadi kenyataan.” Desahnya pelan sambil menutup mata.
Dia baru membuka mata ketika mendengar Handphonenya berdering tanda ada SMS
masuk. Bila bangkit, mengambil Handphonenya dan membaca SMS itu, ada senyum
yang sangat manis di bibir mungilnya, rupanya itu SMS dari Arjuna, Bila
memandang perahu yang ada tulisan inisial cowok harapannya, dia kembali
tersenyum manis. Dibalasnya SMS tadi dan mereka berkirim SMS hingga larut
malam, Bila merasa dekat dengan Arjuna, tetapi dia tidak berani berharap lebih.
Dia hanya berani menggantung harapannya seperti perahu-perahu kertasnya itu.
***
Hari
ini adalah pengumuman hasil test tulis masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui
online. Dari kemarin Bila sudah panas dingin menunggu hasil pengumuman itu, dia
sangat berharap bisa kuliah di Yogyakarta. Jam lima sore banyak teman-temannya
yang mulai mengirim SMS, bertanya apa Bila diterima disalah satu Perguruan
Tingi Negeri. Zahra dan Rana memberi kabar bahagia. Zahra diterima di salah
satu Perguruan Tinggi di Malang, sedangkan Rana diterima di Yogyakarta. Bila
membuka laptopnya, mulai mengoneksikan dengan internet, berbarengan dengan itu,
Handphonenya kembali berdering tanda ada SMS masuk.
Arjuna
Gmn Cil hasil test?
Bila langsung membalasnya, tanpa mempedulikan
laptop yang sudah terhubung dengan internet.
Bila
Ini baru mau liat, kamu gmn?
Arjuna
Alhamdulillah aku ketrima di Jogya.
Membaca pesan dari Juna, Bila ikut bahagia,
tinggal dia yang belum tau hasil, segera dia membuka halaman pengumuman dan
menginput nama serta tanggal lahirnya lalu memencet tombol enter. Bila
memejamkan matanya berdo’a agar dia memperoleh hasil yang terbaik dan
harapannya bisa terwujud. Perlahan dia buka mata, dan loading telah selesai,
dia beranikan menggeser layar ke bawah agar bisa membaca hasil. Jeng..jeng..
“MAAF ANDA TIDAK LOLOS UJIAN” itulah tulisan yang terpampang dilayar laptop. Bila
kembali memejamkan matanya, berharap semua itu adalah mimpi, dia kembali login,
dan ternyata hasil tetap sama. Bila mencoba kuat, mencoba menerima kenyataan,
mencoba untuk tidak menangis. Ditutupnya laptop itu pelan, Bila meyakinkan
hatinya bahwa ada seribu jalan untuk masa depan yang lebih baik. Bila segera
menemui orang tua dan kakaknya yang berada diruang keluarga, tetapi baru dia
membuka pintu kamarnya, papa, mama dan kakaknya sudah berada didepan pintu ingin
masuk ke kamar Bila.
“dek gimana hasilnya?.” Tanya kak Alva.
Bila menggelengkan kepalanya lemas.
“gagal kak.”
“gagal? Kamu nggak diterima?.”
Mendengar suara papanya, Bila merasa
ditampar, hatinya nyeri, dia merasa telah mengecewakan kedua orang tuanya.
“iya pa.” Bila menjawab dengan wajah
menunduk, dia tidak berani menatap mata bijaksana itu.
Perlahan dia merasakan ada yang mengelus
kepalanya, dia beranikan menengadahkan kepalanya.
“tidak apa-apa, masih ada jalan lain untuk
masa depanmu.” Papanya tersenyum tulus.
“iya sayang, masih ada Perguruan Tinggi
Negeri disini…” mama Bila ikut bicara.
“dan masih ada jalur mandiri.” Kak Alva
menambahi. Dirangkulnya tubuh kecil adiknya itu, dibiarkannya Bila membenamkan
kepala didadanya dan tenang untuk beberapa saat. Papa Bila hanya mengelus
kepala Bila dan mamanya memegangi pundak anaknya itu. Diperlakukan seperti itu,
Bila seperti menemukan sebuah kekuatan baru.
“mama, papa, kakak nggak kecewa sama aku?.”
“tidak sayang, mungkin kamu hanya belum
beruntung.” Jawab mamanya dengan senyum lembut yang selalu menghias bibirnya.
“ya sudah, daripada kamu sedih, kamu sholat
saja, ini sudah maghrib.” Saran papanya.
“iya pa. makasih ya pa, ma, kak.”
Setelah
orang tua dan kakaknya meninggalkan Bila untuk sendiri, Bila segera bergegas
sholat agar hatinya semakin tenang. Setelah sholat, Bila meraih Handphonenya,
dia akan memberi kabar kepada teman-temannya. Dilihatnya Handphone yang
tergeletak dimeja, ada 3 SMS disana.
1.Arjuna
Gmn Bila?
2.Aira
Cil, aku nggak ktrima :’(
3.Rana
Gmn?
Bila membalas semua SMS itu, ada rasa kecewa
dihatinya. Arjuna dan Rana mencoba memberinya semangat. Dari SMS, Aira memberi
kabar bahwa dia memutuskan untuk ikut jalur mandiri di Jogja. Semua sahabat Bila
juga menyarankan untuk ikut jalur mandiri dulu. Bila berpikir dan kemudian
pergi ke ruang keluarga untuk bicara dengan kedua orang tuanya.
“eh, Bila sini duduk Bil.” Kak Alva
memberinya tempat duduk disebelahnya.
“sudah tenang?.” Tanya papa Bila.
“agak pa.”
“apa rencana kamu?.”
“Bila ingin ikut jalur mandiri di Jogja pa
sama temen-temen Bila.”
Papanya menarik napas berat. “bukankah disini
juga ada Universitas Negeri? Kenapa kamu pilih yang jauh?”
“Bila ingin kuliah di Jogja papa.”
“tapi Bila, biaya hidup itu mahal, dan
bukankah kamu udah nyoba?.”
“apa salah kalo Bila ingin mencoba lagi?”
“apa itu tidak membuang-buang waktumu dan
menyia-nyiakan kesempatan disini?.”
“tapi pa..” belum juga Bila sempat
menyelesaikan omongannya, telpon rumah berbunyi. Mama Bila berdiri untuk
menerima telpon. Dari bicara mama, Bila tau kalau itu telpon dari kakek di
Jakarta.
“kakek ingin bicara sama kamu sayang.” Ucap
mama kepada Bila. Bila bangkit dari duduknya untuk bicara dengan kakek.
“assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumsalam. Cucu kakek gimana
kabarnya?.”
“baik kek, kakek gimana?.”
“baik, baik. Kakek dengar dari mama kamu
kalau kamu tidak diterima test.”
Bila tidak langsung menjawab, dia menarik
napas berat.
“Jovita?.”
“iya kakek, benar.”
“lantas apa rencana kamu untuk selanjutnya?.”
“aku ingin kuliah di Jogja tapi papa melarang
kek.”
“jelas papa kamu melarang, bukankah di
Surabaya banyak Universitas Negeri dan bukankah sebelum kamu ikut test papa
kamu sudah melarangmu untuk memilih Universitas yang jauh?.”
“iya kek.” Jawabnya singkat.
“cu.. kalau kamu memang ingin kuliah diluar
kota, kuliah saja disini.”
“Jakarta?.” Bila hampir teriak.
“iya, kenapa? Kamu bisa tinggal dengan kakek
disini.”
“kakek, pergaulan Jakarta..” belum juga Bila
sempat menyelesaikan omongannya kakek Bila sudah menjawab.
“kamu sudah besar cu, pasti bisa menjaga
diri, lagian disini kakek cuma sendiri sama tante dan ommu, ommu pasti ngijinin
kamu kuliah disini bersama Farel.”
“nanti Jovi bicarain sama papa kek.”
“papamu pasti mengijinkan.”
“semoga saja.”
“ya sudah, salam sama papa, mama dan kakakmu
ya.”
“iya kek.”
“assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumsalam.”
Selesai
bicara dengan kakeknya, Bila langsung berlari ke kamarnya. Pikirannya bingung,
ia ingin sekali kuliah di Jogja. Melihat Bila bertingkah seperti itu, kedua
orang tua dan kakaknya bingung, ada apa dengan Bila. Mereka bertiga segera
menyusul ke kamar Bila, tanpa mengetuk pintu, papa Bila langsung masuk diikuti
mama dan kakaknya. Waktu itu Bila sedang duduk melamun di jendelanya yang
menghadap ke taman. Tahu kalau ada yang masuk, Bila langsung memutar badannya.
“kamu kenapa?.” Tanya papa Bila.
“nggak apa-apa pa.” jawabnya tanpa ekspresi.
“kakek ngomong apa?.”
“Bila diminta kuliah disana kalau memang
ingin kuliah diluar kota.”
Papanya menarik napas berat.
“Bila, kuliah disini aja.” Kakaknya ikut
bicara. Sementara mamanya hanya diam.
“nak, kenapa sih kamu ingin kuliah diluar
kota?.”
“papa, Bila ingin merasakan hidup mandiri.”
“ya sudah kamu kuliah saja di tempat kakekmu,
jangan di jogja.”
“tapi Bila ingin di Jogja.” Bila mulai
ngeyel.
“sama saja kan, Jogja ataupun Jakarta, kamu
tidak akan ketemu papa, mama dan kakakmu.”
“bukan karena itu papa!.” Bila mulai emosi
karena papanya mengira dia ingin berpisah dengan keluarga.
“lalu…”
“sudah, Bila masih bingung.” Bila langsung
memotong kalimat papanya dan loncat ke kasur, menutup wajahnya dengan bantal.
Orang tua Bila mengerti, mungkin Bila butuh waktu untuk sendiri dan berpikir.
Ditinggalkannya Bila yang dalam keadaan tengkurap dan wajah ditutup dengan
bantal itu. Alva memandang adiknya kasihan, dia ingin Bila tetap di Surabaya.
***
Bila
bangun ketika jam menunjukkan angka 3, Bila harus makan sahur, karena bulan
Ramadhan tlah datang. Hidup tak semudah yang ia bayangkan. Test masuk ke
Perguruan Tinggi, tak semudah test masuk ke SMA dulu. Bila menarik napas berat
kemudian langsung bergegas makan sahur. Di meja makan, semuanya berkumpul,
makan sahur bersama, papa, mama dan kakak Bila tidak berani membicarakan
masalah kuliah Bila lagi, semua diam hingga makan sahur selesai. Setelah makan
sahur, tanpa berkata apa-apa Bila langsung kembali ke kamarnya, mama dan
papanya hanya geleng-geleng kepala heran. Bila kemudian sholat malam. Selesai
sholat, Bila membuka jendela kamarnya lebar-lebar, angin dingin menerpa
tubuhnya, dia biarkan angin itu menusuk-nusuk tubuhnya. Dia tidak peduli. Bila
duduk di jendela yang ada kayunya itu, tidak terasa subuh pun datang dan dia
bergegas sholat Subuh.
Bila meraih Handphone yang sama sekali tidak
disentuhnya semalam. Ada beberapa SMS salah satunya dari Arjuna yang
mengingatkan Bila untuk sholat Subuh. Bila tersenyum tipis, dipandanginya
perahu-perahu yang berisi harapannya itu. “masih ada harapan lain selain
Universitas.” Ucapnya lirih. Dia mencoba memberi semangat untuk dirinya
sendiri.
***
Siang-siang
bolong Bila duduk di taman, dibawah pohon besar sendirian. Sengaja dia duduk di
akar-akar pohon yang keluar dari tanah itu sambil menikmati musik. Dia tidak
ingin membuat semua masalahnya menjadi makin tidak karu-karuan. Bila mencoba
tegar, mencoba terima keadaan. Handphone yang memutar musik itu tiba-tiba berhenti,
ada SMS masuk.
Sami
Assalamualaikum Bila.
Bila tersenyum membaca SMS itu “masih ada
bahagia lain di sela-sela bahagia yang nggak bisa kamu raih.” Kata-kata itu meluncur
keluar dari bibirnya, kalimat-kalimat penguat diri yang dia ciptakan sendiri.
Bila
Wa’alaikumsalam Sami
Sami
Lg ngp Bil?
Bila kembali tersenyum membaca SMS itu.
Bila
Santai aja sambil demus. Kamu?
Sami
Sama.
Bila terbelalak membaca SMS yang terakhir
diterimanya itu. “gini doang?.” Ucapnya kesal. Bila mulai merasa dipermainkan.
Ntah apa yang ada dalam pikirannya itu sampai dia bisa merasa seperti itu. Bila
heran, kemarin-kemarin Sami bersikap manis, SMS panjang-panjang dan selalu
minta do’a kepada Bila agar dia diterima kuliah diluar Negeri. Tetapi sekarang
berbeda, dia jarang muncul. Hanya waktu itu saja muncul dan SMS seperti itu,
hanya seperti itu.
***
Seminggu
berlalu begitu cepat, teman-teman Bila mulai banyak yang melakukan daftar
ulang, Sami sudah tidak pernah SMS lagi, tetapi Bila sering bertemu dijalan,
Sami jarang menyapa hanya tersenyum tipis kadang juga tersenyum tapi tidak
memandang kearah Bila. Bila jadi bingung sendiri, Arjuna juga begitu, sudah
jarang SMS Bila, hanya beberapa kali, sekedar tanya Bila akan lanjut kuliah
dimana atau hanya SMS gurauan tidak jelas. Bila tidak mau ambil pusing, dia
tidak mau lagi memikirkan hal yang tidak mungkin terjadi, seperti mengharapkan
Sami ataupun Arjuna. “Sami kan mau kuliah ke Luar Negeri, dia hebat, nggak
mungkin dia noleh ke aku lagi.” Bila ngomong sendiri di kamar. “Arjuna juga begitu,
dia mantan Aira, jahat banget aku sama Aira kalau harus berharap sama Juna.”
Lanjutnya.
Test mandiri akan segera dilaksanakan oleh
Perguruan Tinggi Negeri tertentu tetapi Bila belum memutuskan dimana dia akan melanjutkan
studynya. Sedang asyik-asyiknya Bila menikmati musik, kakaknya masuk ke kamar Bila.
“Bila?.”
“hem?.” Bila langsung balik badan.
“tiga hari lagi ada test di UNAIR, seminggu
lagi di UNESA…”
“lalu?” Bila memotong ucapan kakaknya.
“kamu harus memutuskan dimana kamu kuliah Jo!.”
Alva mulai bersikap tegas.
Bila tidak menanggapi, dia memalingkan
wajahnya keluar jendela.
“Sabila!”
Bila tidak menyahuti, dia hanya memandang
kakaknya tanpa senyum, pandangan Bila sangat sulit diartikan.
“ayolah dek, putuskan, jangan keras kepala
dan ngotot untuk kuliah di Jogja.” Suara Alva mulai melemah. Bila tetap tidak
menjawab, dia sibuk berpikir dimana dia harus kuliah.
“Bila…..” belum selesai Alva bicara, papanya
masuk ke kamar Bila. Bila melepas headset yang dipakainya.
“Bila sudah punya keputusan?.”
Bila tetap diam memandang papanya. Alva dan
papanya jadi bingung.
“Jika kamu mau, pergilah ke Jakarta,
pendidikan disana lebih baik, juga ada Farel yang akan menjaga kamu seperti
kakakmu.”
“papa?.” Bila bingung dengan keputusan
papanya.
“pergilah nak, papa sudah bicara dengan
kakek. Kakekmu juga ingin kamu kuliah disana, cucu kakek yang perempuan hanya
kamu.”
“lalu?”
“tak apa, papa mengijinkan dan lebih enak
kamu disana, ada tante dan om kamu serta Farel yang bisa jaga dan mengawasi
kamu.”
“kenapa tidak disini saja pa?.” Tanya Alva.
“kamu tau adikmu ingin sekali kuliah di luar
kota?.”
“tapi kan..”
“biarkan adikmu memutuskan.” Setelah berkata
seperti itu, papa Bila keluar dari kamar Bila. Tinggal Alva dan Bila.
“kamu yakin mau kuliah di luar kota?.”
Kata-kata Alva sangat datar.
Bila terduduk lemas di ranjangnya.
“dek, kuliah disini aja.”
Bila memandang kakaknya, dilihatnya mata
kakaknya bening, wajahnya yang memang tampan, dan tangan kakaknya yang sedang
memegangi pundaknya. Bila menarik napas berat.
“ya iya Bila kuliah disini, kalau aku ke
Jakarta nanti kalo kakak galau gimana?.” Bila mencoba tertawa. Dia tlah yakin
dengan keputusannya.
“bener?.” Mata Alva yang tadi sendu berubah
berbinar-binar.
“iya kakak.” Bila tersenyum.
“kalau begitu, aku yang akan nganter kamu
test, lihat pengumunan, dan ospek.” Ucap Alva semangat.
“kuliah?.”
“berangkat sendiri.” Alva tertawa.
“resek.” Bila memukul lengan Alva.
***
Hari
test mandiri dimulai, Bila sangat semangat mengikuti test itu, dia melupakan
keinginannya untuk ke Jogja. Arjuna memberinya semangat, papa, mama dan
kakaknya juga memberi keyakinan bahwa masa depan itu ada ditangan kita, bukan
dari dimana kita kuliah dan belajar. Kuliah dekat atau jauh, baik atau buruknya
Universitas bukan penentu masa depan. Lagian Universitas di Surabaya juga
tergolong Universitas terbaik. Semua test diikutinya dengan baik, mulai test
akademik, psikologis dan wawancara. Bila lolos dengan mudah. Dia bersyukur. ***
(to be continued)