Rabu, 19 Februari 2014

Dan Lagi....

Pukul 04.45, 25 Maret 2013…
Tok.. tok.. “Sayang..” begitulah suara mama Bila,  setiap pagi yang membangunkan Bila untuk pergi ke sekolah. “bangun dek”, “hmm..” Bila menjawabnya dengan malas. Setelah Bila menjawab seperti itu, terdengar langkah menjauh dari kaki mamanya. Bila bergegas keluar dan menuju ke kamar mandi.
Bila yang akrab disapa Sacil oleh teman-teman SMAnya adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara. Kakak satu-satunya Bila adalah Alva yang berstatus mahasiswa disalah satu perguruan tinggi Negeri di Surabaya. Sedangkan Bila sendiri adalah siswi dari salah satu SMA Negeri di Surabaya.
Oke lanjut ke cerita. Pagi itu Bila pergi ke sekolah dengan semangat yang dipaksakan, ia baru putus sama cowoknya, Haidar, dan hari ini ada Try Out di sekolahnya. Bila melangkah gontai menuju ruangan Try Out, dia tidak bisa membayangkan bagaimana harus satu ruangan dengan Haidar yang statusnya adalah mantan cowoknya yang paling nyebelin dan lagi Bila berada dalam satu deret bangku yang sama. Untung saja dalam buku absen, dibawah nama Bila ada nama Andi, kalau tidak begitu pasti Bila sudah duduk disamping Haidar. Meski bangku sekolah Bila hanya bisa dihuni satu siswa, tapi rasanya tetap saja ngeri kalau harus duduk didekat Haidar yang selalu memandangnya dengan mata berkilat itu. Haidar sepertinya sangat membencinya, karena Bila selalu berusaha memutus hubungan dengan Haidar meski Bila tau Haidar sangat sayang kepadanya, dia juga begitu, tapi Bila tidak mau terus menerus dihantui rasa sedih karena sikap Haidar yang selalu over protectif dan kasar terhadapnya.
Bila menghentikan langkah ketika sampai di depan kelas XII IPS C, itu adalah ruangan Try Outnya. Bila meihat keliling sekolah, masih sepi, sepertinya dia terlalu pagi pergi ke sekolah, ruangan Try Outnya juga masih dikunci. Dari kelas XII IPS C Bila dapat meihat kelasnya sendiri, XII IPA C, Bila memandang ruang kelasnya. Terlihat senyum yang samar dibibir mungilnya, “Idar..” suaranya lirih, Bila menunduk. Ia masih tidak bisa bohong dengan perasaannya kepada Haidar, tapi putus sudah menjadi keputusannya. Bila buru-buru menghapus air mata yang hampir keluar dari matanya. Ia memandang lagi kearah kelasnya itu, terlintas beberapa kenangan dengan Haidar saat pulang sekolah. Haidar yang selalu menunggu Bila diluar kelas, Haidar yang sering menarik hidungnya dan mencubit pipinya gemas. Bila menarik napas berat “seandainya kamu tidak seperti itu”. Bila segera memutar badannya ketika dia mendengar suara, kelihatannya ada yang datang juga sepagi itu. Dia buru-buru mencari tempat duduk dan pura-pura tidak tau dengan kedatangan anak-anak itu. Setelah sampai didekatnya, ternyata 2 anak cewek kelas IPS, “Bila..” sapa salah seorang cewek “yaa..” jawab Bila yang tidak begitu mengenal mereka tapi tau siapa mereka.
“kepagian juga ya?” sapa Anis
“iya” jawab Bila dengan senyum ramah. “masuknya jam berapa sih?” Tanya Bila
“setengah delapan, barusan aku liat di papan pengumuman, sekarang masih setengah 7, ah masih lama” jawab Novi temen Anis.
“oh iya ya? Tau gitu aku berangkat jam 7 aja, aku gatau sih jam berapa masuknya jadi yaa berangkat pagi, tapi engga apa-apa biar keliatan semangat gitu” jawab Bila panjang lebar juga, penyakit cerewetnya tidak bisa ditahan lagi. Bila anaknya memang kecil, tapi cantik, manis dan imut juga kok. Itu sih kata temen-temennya dan Haidar juga pastinya. Tapi meski kecil begitu, Bila anaknya cerewet, lebih bandel juga daripada kakaknya. Temen-temennya sering memberinya nama aneh mulai dari Acil, Unyil, sampai kecil. Tapi Bila tidak pernah marah, malah ia selalu ketawa jika teman-temannya memanggilnya dengan sebutan seperti itu, Bila menganggap mereka sayang kepadanya hingga mereka memberi panggilan khusus untuknya.
“hehe, iya Bila, yaudah kebelakang dulu ya, liat ruangan kita” sambung Anis
“iya” jawab Bila singkat sambil tersenyum.
Sepeninggal dua cewek itu, Bila memandang ke arah kiri, ada jalan menuju tempat parkir disana, kembali pikirannya mengarah ke Haidar, Bila ingat, dia selalu bicara banyak hal kepada Haidar disana, dia juga ingat bagaimana sikap dingin Haidar menanggapi celoteh-celotehnya, tidak ada kata-kata dari bibir Haidar, hanya menunduk. Bila berhenti beceloteh ketika sampai ditempat parkir. Bila sangat benci dengan sikap Haidar yang seperti itu.
Bila menjalin hubungan dengan Haidar semenjak kelas 1 SMA, awal hubungannya dengan Haidar berjalan mulus dan tentram, tapi setelah 2 minggu jalan, mulailah segala pertengkaran terjadi. Beberapa kali Bila memutus Haidar dan beberapa kali juga Haidar kembali padanya. Bila sangat percaya kepada Haidar, namun sikap Haidarlah yang membuat Bila merasa tidak sanggup menghadapinya. Dari sikap Haidar yang selalu manis kepadanya hingga tidak ada manis-manisnya seperti kejadian yang di ingatnya itu. Bila sadar mungkin sikap Haidar seperti itu karena dia yang selalu berusaha memutus Haidar. Bila kembali menunduk mengingat peristiwa itu “kamu tega pernah nggak peduli sama aku Idar” dia berkata dalam hati. Bersamaan dengan itu Irna teman Bila yang dari kelas IPS mengangetkannya “hayoo, kapagiaann, hehe” katanya sambil menepuk pundak Bila keras.
“oh..eh.. iya Na” jawabnya gelagapan karena kaget dan nggak nyangka karena tiba-tiba ada Irna.
“aku engga tau jam berapa masuknya jadi aja jam segini udah di sekolah, tapi enggak apa-apalah, aku kan udah biasa rajin” sambung Bila. Meski dalam keadaan sedih, Bila pun bisa ketawa, cerewet, triak-triak, sampai bercanda model kayak gimana aja. Bila anaknya pandai menyembunyikan sedihnya, dia selalu ceria dan tertawa, tapi kalau sudah malam dan lagi sendiri dia akan berubah 360 derajat menjadi cewek cengeng.
“haha, ngomong sama bunga sana. Oh iya kok kamu enggak masuk kelas, ruangan kamu dimana sih?” Tanya Irna
“noh, IPS C” jawab Bila sambil menunjuk ruangan yang ada dibelakangnya.
“loh kok masih dikunci?”
“tauk” jawab Bila singkat.
“oh iya, kelas ini emang biasa dikunci ya? Huh, kenapa sih bu Fiana itu kelas aja dikunci, kan mau dipake ujian” cerocos Irna panjang lebar.
Kelas XII IPS C memang biasa dikunci oleh penghuninya karena bu Fiana (wali kelas XII IPS C) yang menyuruh. Kelas XII IPS C terkenal sebagai kelas paling bersih, bagus dan terawat, jelas saja kelas XII IPS C selalu menjadi juara pertama dilomba 7K atau lomba kebersihan kelas gitu deh.
“eh itu Fariz” kata Irna sambil menunjuk ke arah Fariz.
Secara spontan Bila pun balik badan melihat Faris.
“Riz, mana kunci kelas kamu, ini kasian Bila duduk disini dari tadi, lagian kelas kenapa pakek dikunci segala sih, orang mau dipakek ujian juga” omel Irna.
“ini, disini” kata Fariz sambil menunjuk pot bunga paling besar yang ada didepan kelasnya dengan muka polos, sangking polosnya Bila sampai pengen ketawa ngakak.
“ambil bego! mana?” kata Irna yang mulai jengkel.
Bila berdiri membantu Fariz mencari kunci yang katanya ada dipot bunga. Setelah ketemu Fariz memberikannya kepada Bila. “ini, buka sendiri aja” katanya sambil ngeloyor pergi. “bisa kan Bila? Aku tinggal dulu ya” kata Irna. “oh iya Na, makasih ya”. “iyaaaa..” jawab Irna sambil berlalu.
Bila menarik napas berat sambil membuka pintu, setelah pintu terbuka, dia langsung masuk kedalam dan mencari namanya di setiap meja, setelah ketemu, Bila langsung meletakkan tasnya dimeja, dan dia duduk dibangkunya. Bila memandangi seluruh isi kelas “bagus” batinnya. Kembali teringat Haidar, Bila langsung melipat tangannya dan menyembunyikan kepalanya disana. “tempatku dimana?” terdengar suara Rival yang tiba-tiba, Bila segera mengangkat kepalanya, dia tersenyum sambil menunjuk satu bangku yang ada dideretannya. “Alhamdulillah aku dibelakang Ciill” kata Rival sambil mengelus-elus bangkunya. Rival adalah ketua kelasnya Bila, dia memiliki wajah seperti bule, anaknya lucu tapi aneh. “oh iya, Ujian Nasional nanti tempatnya gini kan ya cil? Aduh tempatku bagus banget deh kalo disini” sambungnya dengan nada gembira dan raut muka tertawa lebar. Bila menanggapinya dengan tertawa keras, kemudian kembali menyembunyikan kepalanya dilipatan tangan.
Begitulah memang yang namanya siswa, suka sekali dengan posisi dibelakang kalau sedang ujian. Kini sekolah Bila mulai rame, siswa-siswi peserta Try Out sudah mulai banyak yang datang, ada yang bercanda sampai tertawa keras, ada yang bingung memanggil-manggil temannya, ada pula yang membentuk kelompok kecil untuk sekedar ngobrol atau belajar.
Bila sedang ngobrol dengan Nelsa teman sekelasnya, saat asyik ngobrol, dilihatnya Haidar memasuki kelas, deg! Bila memandangnya takut, tapi Haidar sama sekali tidak melihatnya. Haidar meletakkan tasnya kemudian bergabung dengan teman yang lainnya. Sesekali Bila mendengar umpatan jelek dari Haidar saat bicara, timbul perasaan benci kepada Haidar dibenaknya, “kenapa dia selalu begitu? Kenapa juga aku harus berat nglepas dia? Aku harus bisa lupain semuanya, toh ini udah jadi keputusan aku” ucapnya dalam hatinya. Bersamaan dengan itu, bel tanda Try Out akan dimulai berbunyi.
***

Hari itu, anak kelas XII SMA Negeri Surabaya kembali menerima pelajaran khusus Ujian Nasional, Try Out sudah selesai dilaksanakan, Ujian Nasional pun sudah tinggal menghitung hari. Bila datang pagi-pagi dan langsung ditarik oleh Aira, sahabat baiknya. Meski mereka beda kelas waktu kelas XII ini, mereka tetap menjadi sahabat baik, Bila berada di kelas XII IPA C dan Aira di XII IPA B. “heh, kamu masih galau? Udah ah engga perlu. Kamu tau Juna? Keliatanya dia suka sama kamu.” Katanya dengan semangat. “apaan sih, siapa juga yang galau, orang masalahnya udah lewat.” Jawab Bila dengan bibir manyun. Karena Bila sebenarnya memang sudah mulai bisa melupakan Haidar. Dan Bila memang dekat dengan Arjuna yang statusnya adalah mantan Aira, Aira pun tau. Arjuna baik, sopan, tapi Bila masih berpikir bahwa Juna adalah mantan Aira, makanya dia pengen dalam keadaan move onnya nanti, hatinya tidak memihak ke Juna. Aira menyeret tangan Bila kedalam kelas XII IPA C yang tidak begitu ramai. Lalu mereka duduk dibangku paling depan, sebelum duduk, Bila sempat melihat Haidar dibangku paling belakang yang sedang memandangnya. Bila tidak mau peduli lagi, dan tidak mau ambil pusing. Aira mengambil Handphone Bila yang diletakkan dimeja. Bila nyerocos panjang lebar cerita tentang acara move onnya. Aira hanya diam, sedetik kemudian dia tertawa. Mendengar Aira tertawa, Bila menaikkan alis heran dengan tingkah sahabatnya itu, dia mengingat-ingat ceritanya tadi dan sepertinya sama sekali tidak ada yang lucu. Bila mencoba melihat apa yang dilihat Aira di Handphonenya tapi Aira langsung meletakkan Handphone itu dan kembali tertawa keras. “husstt, ada apa sih Ai, kok kamu ketawa?” Tanyanya heran. Aira langsung memutar badan menghadap ke Bila sambil berkata “katakan, ada apa antara kamu sama Juna? Kalian udah deket banget yaa?” Tanya Aira dengan wajah genitnya itu. “ha? Apa maksudnya aku deket banget? Dan apa maksudnya… oh emang kamu tau apa?” jawab Bila bingung. “Saciill… udah deh engga usah bohong lagi sama aku, sms kamu sama Juna?”. “Airraaaaaaa!!” Bila berteriak keras sekali tapi sedetik kemudian dia langsung menutup mulutnya. Dilihatnya suasana sekitar, ternyata tidak ada yang mengawasinya kecuali Haidar. Ya! Haidar sedang mengawasi Bila dan Aira dengan posisi satu tangannya menopang dagu dan satu tangan yang lainnya ada dimeja tempat ia duduk. Tatapannya sangat tajam. Bila segera memalingkan wajahnya kembali ke Aira yang masih tertawa, Bila hanya memandang Haidar selama 2 detik, itu saja sudah membuatnya ngeri. Dia berpikir bahwa Haidar telah mendengar omongannya dengan Aira karena Aira dan Bila tidak pernah bisa berbicara pelan dimana saja. Tapi Bila tidak peduli, dia langsung memukul lengan Aira “apa yang kamu liat? Resek banget sih liat-liat sms orang!” Bila mendengus kesal. “biarin, kalau enggak gitu mana bisa aku tau tentang kalian berdua? Udahlah Cil sama Juna aja nggak usah balik sama Idar lagi, awas kamu kalau sampai balik lagi sama dia, aku enggak setuju!” ucapnya pelan tapi mantap. Bagaimana tidak pelan kalau Haidar yang diomongin sedang berada dibangku belakang. “aku ikhlas lahir batin kok, kalau kamu sama dia, beneran, aku kan udah punya Beni” tambahnya dengan alis dinaik turunkan. “tapi tetep saja dia mantan kamu o’on, apa kata temen-temen?”
“peduli amat kata temen-temen, yang penting kamu seneng, Juna seneng, kenapa enggak?”
“aahh, kamu engga ngerti sih.” Ucap Bila sambil menarik tangan Aira keluar kelas. Karena kelas udah mulai rame dan penghuni bangku yang diduduki Bila dan Aira sudah datang.
“nggak ngerti apa sih?.” Bila tidak menjawab, pikirannya sibuk dengan tatapan Haidar dan Juna. Mereka berdiri didepan kelas Bila. “Bil..” Bila kaget karena namanya disebut “iyaa..” jawabnya sambil tersenyum kepada orang yang menyapa. Ternyata orang itu adalah Juna. “ehm.. pagi-pagi udah ada yang seneng aja nih habis disapa do’i.” Ucap Aira. “apa sih, resek aja jadi orang.” Jawab Bila sambil senyum ringan.
Bila kembali menunduk, ntah kenapa tiba-tiba dia ingat Sami. Sami adalah teman kecil Bila, sewaktu kelas 1 SMA mereka terlibat dalam cerita kecil, sepertinya keduanya saling suka tetapi Sami tidak mengungkapkan perasaannya kepada Bila, hanya saja ia meminta Bila untuk mununggu tahun depan sampai Sami kembali pulang lagi ke Surabaya. Sami memang menempuh pendidikan diluar kota dan selalu pulang setahun sekali yaitu ketika hari Raya Idul Fitri, karena pada hari itulah Sami ada liburan panjang. Ntah apa yang harus ditunggu oleh Bila, sampai 2 tahunpun tidak ada kejelasan dari semua itu. Terbesit keinginan untuk kembali dekat dengan Sami, tetapi Bila tidak tahu bagaimana caranya. Bila mengangkat wajahnya ketika Aira pamit balik ke kelasnya, setelah say good bye Bila membalikkan badannya “hayoooo….” Tiba-tiba saja Rana ada dibelakangnya. “Ranaaaa, ngangetin aja, untung jantungku kuat”. “tukang besi kaleee.” “hahahaha.. kuli bangunan kok” keduanya kemudian tertawa sambil kembali kebangku masing-masing karena pak Wanto, guru Kimia mereka akan masuk kedalam kelas.
***
Bel tanda dimulainya Ujian Nasional dimulai, para siswa duduk ditempatnya masing-masing. Hari ini adalah hari pertama Ujian Nasional. Bagi pelajar yang professional, mereka akan melupakan semua masalah diluar masalah sekolah, tak terkecuali Aira, Rana dan Bila. Mereka bungkam tak membahas masalah apapun kecuali masalah mata pelajaran yang diujikan.
Karena jam mengerjakan soal telah habis, Bila melangkah kedepan untuk mengembalikan soal kepada pengawas, namun baru saja ia berdiri tiba-tiba “ssstt.. Cil.” Bila mancari-cari sumber suara, dilihatnya Aira sedang berada dijendela ruangannya sambil kedip-kedip genit, hampir saja Bila ketawa keras kalau ia tidak ingat sedang berada didalam ruang ujian, akhirnya Bila melangkah  kedepan sambil memberi isyarat kepada Aira untuk menunggu. “hahaha.. ada apa sih Ai? Cepet amat nyampek sini?” ucap Bila ketika baru saja keluar dari kelas. “bete tau dikelas. Orang udah selesai, ngapain masih didalam kelas hiiii. Eh mana Rana, nyusul Rana yuk keruangannya.” Ucapnya sambil menggandeng sekaligus menarik lengan Bila. Sesampainya diruang Rana, mereka berdua celingukan mencari Rana, “Raa…” panggil mereka berdua hampir barengan ketika menemukan Rana. “apa?.” “keluar yuk?” ajak Aira, sementara Bila hanya senyam-senyum dan kedip-kedip ke Rana. “kemana?” “kemana aja, masak didalam kelas nggak bosen apa?” “kalian aja deh, aku mau belajar lagi.” “yaahh, yaudah deh yuk Cil.” Aira kembali menggandeng dan menarik lengan Bila, “yuk Raaaaa.” Teriak Bila hampir mengejutkan banyak orang. Rana segera kembali kedalam kelas sambil menahan tawa sementara tawa Aira dan Bila tidak bisa ditahan lagi, mereka tertawa karena melihat ekspresi kaget anak-anak lain.
“hahaha, mulut kamu loh.”
“kenapa sih Ai? Kamu sih narik-narik kan aku jadi reflex.”
“aduuhh.. suaranya Bila” keluh Veni
“maaf.. maaf.” Ucap Bila sambil menarik lengan Aira untuk duduk dilantai dekat kelas XI IPS C. Ketika mereka duduk, tiba-tiba Rafky, Jefry dan Rival bergabung dengan mereka. “belajar, belajar. Ngrumpi aja dua cewek ini.” Ucap Rival. “yee, sapa juga yang ngrumpi, baru juga duduk.” Jawab Bila. “Bila?” tiba-tiba Rafky memanggilnya. “yaa..” Bila menjawab sekaligus heran karena tidak ada jawaban lagi dari Rafky. “apa sih Rafky? Manggil-manggil tapi dijawab diem aja.” Protes Bila. “apa siih, orang aku cuma manggil kok.” Berbarengan dengan jawaban Rafky, tiba-tiba Juna datang “brooo..” sapanya kepada Rival sambil menepuk pundaknya lalu duduk ditempat kosong antara Rival dan Bila. “loh anak ini lagi, waahh.” Ucap Juna kepada Bila. “apa sih Kak Arjun?”. “bosen.” “eeh?” spontan semuanya tertawa. Aira menendang-nendang kaki Bila dan senyam-senyum serta memajukan dagunya menunjuk Juna. Bila tidak menanggapi, ia ngerti sahabatnya itu lagi kumat penyakit comblangnya. “Sacil..Sacil.” ucap Juna kemudian. “apa?” jawab Bila ketus. “minta tolong Bila yang ngambilin aja, pasti muat.” Mendengar celetukan itu, Juna dan Bila refleks menoleh. “hahahaha.. Iya Jep.” Jawab Rafky ikut-ikutan. Ternyata Jefry sedang kesulitan mengambil sesuatu diantara pepohonan. Spontan saja semua tertawa kecuali Bila. Bila menopang dagu sambil manyun. “Bila, bantuin Jefry tuh. Hahahaha.” Juna ikut-ikutan. “adek kecil ambilin, hihi.” Jefry nyengir. “nggak, ambil aja ndiri.” Jawab Bila ketus. “aduuhh, ayo Raf gimana ngambilnya ini tho.” “halah, manja, tinggal ngambil itu tangan kamu sampai” jawab Rafky. “Jef lompat, lompat.” Rival ikut menimpali. Jefry jongkok seperti memperagakan gaya pengemis sambil memandangi barang yang ingin diambilnya. Tiba-tiba saja Bila tergelak, spontan semua juga ikut tertawa. “ayolaahhh, bercanda jangan gini dong.” Kata Jefry sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia mondar-mandir didekat pohon. Tingkahnya itu menjadi semakin lucu dan merekapun tertawa semakin keras. Masih dengan tertawa, Juna tiba-tiba membalikkan badannya menghadap Bila, ia tersenyum. Senyumnya manis, lain dari biasanya. Bila berhenti tertawa, dipandang seperti itu membuat Bila tidak enak, ia membalas tatapan itu dengan senyum bingung, ada sesuatu yang lain dihatinya. Bila tidak mampu menantang mata itu, ia mengembalikan pandangannya pada Jefry. “Sacil..Sacil..” ucap Juna. “apa sih.” “cepet gede dong. Hahahahaha.” “kenapa emang? Aku nyaman kok kayak gini.” “emm. Cepet gemuk deh.” “kamu juga nggak gemuk kok, teking gitu.” “mending aku tinggi.” “lalu?.” Juna hanya tertawa menanggapi pertanyaan Bila, lalu ia beranjak pergi. “kemana bro? ambilin itu.” Sergah Jefry sambil menunjuk barangnya yang masih belum bisa diambilnya. “ke kelas, nggak ah.” Jawab Juna seenaknya. Begitulah Arjuna, kadang menjadi sosok yang manis, kadang juga dalam sedetik bisa menjadi orang yang paling nyebelin.
***
Sepulang ujian, Bila melangkah keluar kelas dengan santai, ia senang ujiannya sukses. Pikirannya melayang ke Juna, Bila menunduk, ia ingat bagaimana cara Juna memandangnya tadi, Bila tersenyum, kemudian ingat omongan Juna tentangnya, Bila diam. Ditariknya napas dalam-dalam kemudian ia mengangkat kepalanya. “Bilaa..” sapa Juna tiba-tiba dari arah berlawanan sambil menundukkan kepala dan tersenyum manis. “ya kak.” Jawab Bila sambil tersenyum. Bila heran terhadap Juna, ketika bersamanya mereka seperti musuh, tapi kalau hanya sedang berpapasan seperti itu, Juna manis sekali. Waktu Bila menjawab sapaan Juna, ia sempat melihat Haidar sedang bersandar pada dinding penyangga ditepi lorong yang dilalui Bila, Idar memandangnya seperti sedang memandang mangsa yang akan diterkamnya, Bila bergidik ngeri, dipercepat langkahnya dan dialihkannya pandangannya pada lantai. “hai, gimana UNnya? Lancar kan?.” Aira tiba-tiba muncul dan menghentikan langkah Bila. Belum juga Bila menjawab pertanyaan Aira tiba-tiba “aaaa… aku nggak sukses, jawabanku banyak yang salah.” Rana melangkah mendekati mereka sambil berteriak, refleks keduanya balik badan. “aaaaaaaa…..” rengek Rana sambil memeluk Bila. “kenapa, kenapa?” tanya Aira dan Bila serius. “aku nggak bisa, nggak ngerti, lupa, dan aaaaaa..” Rana menutup wajahnya, ia ingin menangis. Begitulah Rana, ia peduli banget dengan mata pelajaran. Dia akan menangis dan kesal kalau tidak bisa atau tidak mengerti dengan salah satu mata pelajaran sekolah, apalagi kalau sedang ujian dan dia tidak bisa mengerjakan pasti bingung, dan ini adalah Ujian Nasional pasti Rana uring-uringan. Aira dan Bila mencoba menenangkan Rana tapi tidak berhasil, Rana tetap menangis dan tetap ngeyel hasil Ujiannya akan jelek. “ya sudah, aku mau pulang aja, daaa.” Ucap Rana kemudian sambil melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Aira dan Bila.
***
 Pukul 07.00, 18 Mei 2013….
Ujian Nasional telah selesai dilaksanakan, siswa-siswi SMA Negeri Surabaya dinyatakan lulus 100% dan hari ini adalah acara perpisahan sekaligus Wisuda. Aula SMA Negeri Surabaya telah dipadati oleh undangan yang rata-rata adalah wali murid. Karena duduknya para wisudawan nanti berurutan nomer absen, sebelum murid-murid masuk keruangan, Bila celingukan mencari Andi, ia tidak mau duduk disamping Haidar. Anak-anak kelas XII IPA C sudah baris rapi, teman-teman Bila memanggil Bila untuk masuk ke barisan dibelakang Haidar, Bila hanya tersenyum dengan arti memberi isyarat ‘sebentar’. Bila mulai cemas, ia khawatir Andi sakit atau berhalangan hadir. Disaat cemas seperti itu, tiba-tiba dari arah belakang ada yang menepuk pundaknya “ayo masuk barisan, ngapain disini?” Kata Bian mengagetkan Bila yang memang sudah kaget karena tepukan Bian tadi, kagetnya menjadi dua kali lipat. “ya, kamu duluan aja yan.” Jawab Bila. “Sacil ayo sini.” Alin memanggilnya sambil melambaikan tangannya. “ya Lin, bentar.” Jawabnya singkat. “udah ah ayo.” Tiba-tiba Bian berkata sambil menggandeng lengan Bila lalu membawanya ke dalam barisan. Sampai dibarisan para murid, Bian sadar sesuatu, ia melepaskan gandengan tangannya “sori, sori Dar, cewekmu sih susah banget diajak kesini.” Ucapnya kepada Idar sambil berlalu. Idar menanggapi dengan senyum sinis. Bila menggigit bibirnya gemas, “cewek dari mana? Udah putus kaliii” ucapnya dalam hati. “halo Bila, huh, telat, telat, oh eh nggak telat, nggak telat. Huh.” Tiba-tiba Andi muncul disamping Bila, Andi nyengir sewaktu Bila memandangnya. Ia terlihat ngos-ngosan seperti habis lari. Sangking senengnya Bila ia langsung menggandeng lengan Andi, membimbingnya masuk barisan didepannya “bentar, bentar, capek, hadduuhhhh.” Andi berkata sambil melepas gandengan Bila. “dari mana kamu? Mau nggak ikut wisuda?” Tanya Idar kepada Andi yang berada tepat dibelakangnya. Bila mengawasinya dengan hati getir, Idar terlihat lain hari ini, segera ia menepis pikirannya. “kenapa kamu Ndi?” Tanya Bila ketika Idar sudah berbalik badan. “nggak apa-apa cuma kesiangan aja, masuk yuk masuk, husst diem.” Jawabnya. Dan ketika itu para siswa kelas XII mulai memasuki ruangan dan menempati kursi yang telah disediakan panitia. Bila duduk disebelah kiri Andi, dan sebelah kirinya ada Nelsa, nah, disebelah kanan Andi adalah Idar. Para siswa kelas XII dengan tenang mengikuti acara, namun ditengah-tengah acara mulai ramai, ngobrol sana-sini, bercanda sana sini. Begitu pula dengan Bila, Dina dan Zahra, mereka bercanda sambil sesekali tertawa kecil, Nelsa berkali-kali menegur mereka, namun gagal, akhirnya Nelsa ikut bercanda juga. Idar bercanda dengan anak-anak belakang, ntahlah apa yang sedang mereka guraukan, Bila tidak menggubris ketika sesekali mendengar namanya disebut. Pak Syaiful memberi peringatan untuk tenang dan para siswa kembali tenang. Namun, beberapa saat kemudian kembali ramai lagi, begitulah memang yang namanya siswa. “Cil, Sacil. Ssst.” Bila menoleh ketika mendengar namanya disebut, ternyata Rival yang memanggilnya. “apa Val?” ucapnya pelan. “bisa bantu aku nggak?.” “apa?.” “pinjem HP, buat sms, pulsaku habis.” Katanya sambil nyengir. “oh, nih.” Kata Bila sambil memberikan HPnya kepada Rival. Setelah selesai, Rival mengembalikan HPnya “nih Cil, thanks ya.” “yap, sama-sama.” “Kalau dibales kasih tau aku ya.” “yaa..” “loh nomer HP kamu berapa sih Bila?.” “alaahh modus, Bilang aja dari tadi mau tau nomer HPnya Bila Val.” Tiba-tiba Nelsa ikut bicara. “nggak usak ikut-ikutan ya.” Jawab Rival, Bila tergelak. Rival anaknya memang pendiam, tidak banyak bicara, cuek, bahkan terlalu cuek malah, tetapi kalau sudah dekat dengan seseorang ia akan menjadi sosok yang ramah dan baik, bahkan ia sering gombal-gombalin Bila dan anak-anak cewek yang lain. Namun itu hanya gurauan, karena mereka tau, Rival nggak gampang suka sama cewek. Seperti barusan yang terjadi, Rival hanya pura-pura tanya karena ia sudah punya nomer Bila. Setelah cukup lama digombalin Rival, akhirnya Bila capek tertawa, ia membalikkan badannya kembali menghadap kedepan, diliriknya Idar yang sedang main HP, namun pandangannya sangat tajam. Raut mukanya menunjukkan marah, Bila berpikir mungkin ia sedang marahan dengan cewek barunya sampai memandang HP seperti itu, tapi kok cepet banget ya dapat penggantiku? Pikirnya kemudian, dan sedetik kemudian, Bila tertawa ditahan, Bila berpikir bahwa Idar masih memiliki perasaan kepadanya, dan sekarang Idar sedang cemburu dengan kedekatan Bila dan Rival, dan memang dulu, ketika mereka pacaran, Idar sangat tidak suka Bila dekat dengan Rival, alasannya karena Bila mengidolakan Rival dulu ketika mereka kelas 1 SMA. Tetapi kenyataannya Bila tidak pernah mengidolakan Rival, tetapi Bila mengidolakan Alfin teman Rival. Hanya saja karena dulu Bila salah sebut nama, akhirnya jadi salah paham sampai sekarang ini.
Setelah acara pengumuman siswa berprestasi selesai, ada acara hiburan, pada waktu acara itu dimulai, banyak siswa yang meninggalkan ruangan, tak terkecuali Idar, ia langsung bangkit berdiri meninggalkan tempatnya, ntah kemana, Bila bangkit berdiri pindah kedepan bersama Dirna dan Zahra, kemudian dari arah samping Aira melambai-lambaikan tangannya, kemudian duduk disebelah kiri Bila, Rana menyusul duduk disebelah Kiri Aira. Mereka bernyanyi mengikuti anak-anak kelas XI yang menyumbangkan lagu untuk kakak kelasnya. Sebuah lagu tentang perpisahan, Bila menyanyi lirih, suaranya hampir tidak ada karena tiba-tiba saja ia meneteskan air mata, tapi segera ia hapus karena ia tidak ingin teman-temannya tau, Bila ingat hari-hari di SMAnya hanya dilewati dengan Idar, dan sekarang katika masa SMAnya berakhir, berakhi pula hubungannya dengan Idar. “selamat tinggal Idar, inilah perpisahan sesungguhnya.” Ucapnya dalam hati sambil menunduk dan memejamkan matanya. Kemudian ia menarik napas dalam-dalam, membuka matanya, mengangkat kepalanya, dilihatnya kedua sahabatnya yang sedang memandangnya, Bila kembali bernyanyi sambil memandang kedua sahabatnya itu satu-satu, ia mengalihkan matanya kedepan, dilihatnya Zahra juga sedang memandangnya sambil bernyanyi “ada cerita tentang aku dan dia dan kita bersama saat dulu kala, ada cerita tentang masa yang indah saat kita berduka, saat kita tertawa. Teringat disaat kita tertawa bersama, ceritakan semua tentang kita.” Lalu Bila, Aira dan Rana berpelukan, Zahra tersenyum, ia tidak bisa ikut berpelukan karena ia berada di bangku depan Bila. “sukses teman-teman, jangan lupain aku ya kalau nanti kita kuliah beda kota.” Kata Rana. Bila mengusap air mata Rana sambil tersenyum mengangguk menahan tangis. “aaaa.. jangan nangis, jadi pengen nangis juga.” Ucap Aira dengan suara genitnya. Bila dan Rana jadi tertawa. Bila ingat mamanya yang masih didalam ruangan, ia celingukan mencari dimana mamanya duduk, setelah ketemu, ia tersenyum memandang mamanya yang memang sedang mengawasinya. Bila bangkit berdiri menghampiri mamanya, namun tiba-tiba lengannya ditarik Aira “mau kemana?” tanyanya. “ke mama, itu mamaku lagi ngobrol sama mama kamu, nggak kesana juga?.” “em, nggak deh kamu aja.” Jawabnya sambil melepas tangan Bila. “oh yaudah.” Jawab Bila sambil berlalu. Dalam perjalanan ke mamanya, Bila mengawasi anak-anak yang ada dibelakang, matanya menemukan sosok yang dikenal. Idar!! ada Haidar juga rupanya disana, ia sedang memandang Bila. Bila tidak memandang balik, ia focus pada mamanya. Sesampainya Bila disana, Bila langsung memeluk mamanya. Mamanya membelai lembut kepala Bila “anak mama udah gede ya? Nggak terasa loh udah mau kuliah, prasaan baru kemarin masuk SMA.” Mama Bila berkata sambil menahan tangis harunya. “iya ma.” Bila makin mempererat pelukan mamanya, Bila tidak peduli sedang ada dimana dan berapa pasang mata yang memandangnya. Bila sangat sayang kepada mamanya. “gimana bentar lagi kalau nggak kuliah bareng Aira Bil?.” Tanya mama Aira. Bila melepas pelukan mamanya, sudah ada Aira juga ternyata didekatnya. “yaa, yang penting tetep sahabatan bu, nggak boleh lost contact, nggak boleh nglupain, dan nanti kalau pulang kampung, Aira harus main kerumah. Hehe.” “iya, iya adek kecil.” Jawab Aira sambil mengacak sayang kerudung Bila. Sangking dekatnya Aira dan Bila, mereka sudah seperti layaknya adik kakak, keluarga Aira sudah seperti keluarga kedua bagi Bila, begitu juga sebaliknya. Begitu juga dengan Rana, rumah Rana sudah seperti rumah Bila dan rumah Aira sendiri. Ketiganya sangat dekat, hanya saja keluarga Aira dan Bila dengan Rana, tidak sedekat keluarga Bila dengan Aira.
Acara perpisahan berakhir, para siswa yang kini mendapat gelar alumni meninggalkan Aula. Bila melangkah keluar Aula dengan menggandeng lengan mamanya, tiba-tiba saja matanya menemukan sosok Juna, Bila tertunduk. Bila baru mengangkat wajahnya ketika ia melewati Juna, Bila melirik Juna, ternyata Juna sedang mengawasinya, Bila beranikan membalas tatapan itu, Juna tersenyum sambil menundukkan kepala, Bila membalasnya dengan senyuman. Bila menyenggol lengan mamanya “ma itu yang namanya Arjuna yang sering Bila certain ke mama.” Bila menunjuk seseorang yang kini sedang bicara dengan seorang guru. “oh itu?.” “iya ma.”
***
           
 15 Juni 2013..
Tiga hari lagi adalah hari test masuk Perguruan Tinggi Negeri. Bila, Aira dan Rana memilih mengikuti test di Malang mereka menginap di sebuah tempat kost sekamar bertiga karena test membutuhkan waktu 2 hari. Sedangkan Arjuna mengikuti test di Jogja karena ia ingin sekali kuliah disana. Padahal test itu bisa dilakukan dimana saja, semisal mereka memilih Perguruan Tinggi di Malang mereka tidak perlu test di Malang, bisa di Surabaya atau ditempat lain, karena dalam test ini mereka diberi kesempatan memilih 3 Universitas dengan masing-masing 2 prodi untuk 1 universitas dan mereka bisa memilih sendiri dimana lokasi testnya. Tapi ntah apa yang ada dipikiran anak-anak ini, mereka malah memilih tempat test yang jauh. Sambil main-main kali ya?
Bila lepas kontak dengan Juna, ia lupa dan memang ingin mulai melupakan tentang cowok dulu, yang ada dipikirannya saat ini Bila ingin di terima disalah satu Perguruan Tinggi Negeri, ntah UM, atau UGM.
Rana tiba di Malang dua hari sebelum ujian, ia bertugas mencari kost dan dibantu oleh kakaknya, sedangkan Bila dan Aira baru berangkat besoknya. Tiba di Malang, Rana langsung menuju salah satu tempat kost yang ditunjukkan kakaknya, setelah membooking satu kamar ia langsung meng-sms alamatnya kepada kedua sahabatnya.
***
            Jam 7 pagi Bila mulai siap-siap untuk pergi ke Malang. Mama Bila ikut membantu mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa Bila, papa dan kakaknya hanya memperhatikan.
“mama, sweater Bila yang warna merah dimana?.”
“mama nggak tau, kamu sendiri kalau udah makek ditaruh dimana?.”
“ah mama, biasanya ada disini ma.”
“itu kan sweater tipis, kamu pakai jaket ini aja.” Mama Bila menyerahkan jaket warna abu-abu besar pemberian Sami.
“iya mama. Ini dipakek, tapi Bila mau pake sweater itu juga buat cardy ma, Bila kan cuma pakek tanktop, masak berjilbab cuma ginian doang ma?.”
Tiba-tiba papa dan kakaknya Bila tergelak. “sekalian aja nggak pake baju.” “kak Alva apa sih ikut-ikut?.” Bila manyun.
            Jam setengah Sembilan semua sudah beres, Bila menghubungi Aira lewat telpon.
“Ra, jadi bareng?.”
“jadiiiiii. Tapi aku masih nunggu Beni, Cil.”
“lama nggak? Soalnya jam 9 aku udah harus berangkat Ra, jam 4 sore kak Alva ada kuliah.”
“aduuhh, lama nggak ya, aku nggak tau, Beni masih nunggu orang tuanya Bil.”
“yaudah smsan aja deh ya, aku mau makan dulu.” Bila langsung mematikan telponnya. Ia bergegas ke meja makan dan segera sarapan. Setelah selesai sarapan, Bila kembali kedalam kamarnya memeriksa barang-baragnya kembali. “hm, lengkap, saatnya meluncur.” Ucapnya mantap. “Bil, udah?.” Tiba-tiba saja kakaknya ada dibelakngnya. “udah kak.” Berbarengan dengan itu, terdengar suara Handphone Bila tanda ada SMS masuk.
Rana
Cil, jadi berangkat jam berapa? Nanti kalo udh nyampek Malang SMS aja ya, aku jemput di depan gang Sunan Ampel.
Bila
Ini mau berangkat Na, oke deh, wait yaa.
Setelah membalas pesan dari Rana, Bila segera SMS Aira.
Bila
Ra ayo berangkat.
Aira
Beni blm kesini, katanya masih agk lama Din L
Bila
Yaudah kyknya kita nggak bs bareng Ra, aku duluan ya, kak Alva udah nungguin.
“deek, ayo, udah jam 9 lewat.” “oh, eh iya kak.” Bila membawa tas ranselnya kebawah, Handphonenya kembali berdering tetapi tak dihiraukannya. Bila berpamitan kepada mama dan papanya, mamanya memeluk sambil menciumnya “sukses ya sayang, kerjakan baik-baik soalnya, semoga kamu diterima di salah satu Univ pilihan kamu.” “aamiin ma, makasih do’anya, Bila berangkat dulu ya pa, ma.” Bila mencium tangan papa dan mamanya. “hati-hati nak.” Ucap papa Bila. Bila hanya tersenyum. Diperlakukan seperti itu, Bila jadi merasa akan pergi ketempat yang jauh saja. Bila naik dijok belakang sepeda Alva, suara motornya berderu dan melaju meninggalka rumah Bila.
            Dalam perjalanan, Bila ingat Handphonenya yang tadi berdering, ia mengambil Handphonenya dan membaca SMS yang diterimanya.
Aira
Yah, yah aku ditinggal L
Bila tersenyum membaca SMS itu, lalu membalasnya.
Bila
Ah lagian kamu bareng sama Beni, dan nggak mungkin aku nunggu kamu, nggak enak dong sama kak Alva. Aku udah dijalan Ra, duluan yaa.
Aira
Aduh, Din, km nggalin aku bnrn? Tp iya deh Beni jg blm dtg nih.
Bila
Beni tau jalan kan? Udah santai, sampai ketemu di Malang J
Setelah membalas pesan itu, Bila langsung mengantongi Handphonenya dan menikmati perjalanannya, ia memikirkan mimpi-mimpinya.
            3 jam kemudian, Bila sampai ditempat tujuan, rasanya capek sekali 3 jam naik motor tanpa istirahat. Bila segera mengambil Handphonenya ada SMS masuk, ia Cuma lihat nama pengirimnya, “Aira.” Batinnya, Bila tidak membacanya dia langsung menghubungi Rana.
“Halo, Ra, kamu dimana? Aku udah nyampek depan gang su-nan am-pel.” Ucapnya dengan mengeja nama gang yang dibacanya diatas gapura.
“sebelah mananya? Ini aku keluar dari kost.”
“mana sih? Aku nggak tau arah ah.”
“ini, ini, balik badan, aku ada diseberang jalan.”
Spontan saja Bila balik badan, ia celingukan mencari Rana. “itu bukan?” kata kak Alva sambil menunjuk seseorang yang tengah melambai-lambaikan tangannya. “oh iya, Rana!.” Panggilnya dari telpon yang belum dimatikan. “udah matiin, ngapain masih telpon wong orangnya udah disono.” Alva ngomong sambil mengibas tangannya didepan Bila yang memandangi Rana. “oh iya lupa. Hehe.” Bila memencet tombol merah dihandphonenya kemudian memasukkannya kedalam saku dan berlari kearah Rana kemudian diikuti oleh Alva dengan motornya.
“udah?.”
“udah kak, kakak pulang aja, ntar telat kuliah loh.”
“dimana tempat kosnya Ra?.”
“disana kak, nggak jauh kok.” Jawab Rana sambil menunjuk ke belakang dan  tersenyum.
“oh ya udah aku pulang dulu.”
“iya kak, ini helmnya, makasih ya kak udah nganter.”
Alva melepas helm yang dipakainya, kemudian menarik kepala Bila dan mencium keningnya. “sukses ya.” Ucapnya sambil tersenyum, manis sekali. Rana tersenyum melihatnya. “udah deh nggak usah dramatis gitu, do’ain aku diterima aja nantinya.” “iya, iya.” Jawabnya sambil mengacak gemas jilbab Bila. “ya udah deh, pulang dulu ya. Jaga diri kalian baik-baik. Dah Bil, yuk Ra.” “ya kak.” Jawab keduanya hampir barengan.
            Setelah Alva menghilang, keduanya langsung menuju ke tempat kost yang nggak jauh dari jalan raya itu. Setelah sampai disana, Bila langsung meletakkan barang-barangnya dilantai dan dia langsung melepas jilbab dan sweaternya.
“panas.”
“surabaya kali panas, ini malang.”
“iya tau, tapi aku kan baru dari perjalanan, belum terasa dong sensasi dinginnya.”
“lihat ntar pasti kedinginan.”
“ada selimut. Week.”
“eh, gimana Aira, udah dalam perjalanan kesini? Ntar kamu ya yang jemput ke jalan raya tadi.”
Bila langsung membelalakkan matanya. “yang bener aja, sendirian?”
“iya, kan aku tadi udah jemput kamu. Capek tau. Hehe” Rana nyengir.
“nggak ah bareng-bareng aja.”
“yaudah, yaudah sekarang kamu cek Handphone kamu kali aja Aira SMS soalnya dia sama sekali nggak SMS aku.”
Bila memukul jidatnya sendiri “aduh iya, tadi ada SMS dari Aira belum aku baca.” Bila segera mengambil Handphonenya dan dliihatnya, ada 3 pesan disana, semuanya dari Aira
Pesan 1 09.20: iya. Hati-hati Cil :D
Pesan 2 11.58: Bil nyampek mana? Aku udah di Malang.
Pesan 3 12.45: hey, kostnya sebelah mana? Cpt bls.
Setelah membaca pesan itu, Bila bermaksud membalas tapi Aira telah menelpon ke nomor Rana. “yuk Bil keluar, Aira gatau jalan kesini.” Ajaknya, dia langsung menarik tangan Bila. “eh, eh, sweaterku.” Bila segera menyambar sweater dan jilbabnya. Lalu memakainya buru-buru. “ah, Rana tunggu bentar.” “cepetan woy, lelet amat Cil.” Sahut Aira dari telpon yang kebetulan di loudspeaker oleh Rana. Rana tertawa.
“apa sih Ra? Sabar napa?”
“Ra, Ra, dengerin aku, dari tempat kamu itu, kamu lurus aja, nanti ada sejenis tugu, belok aja di tugu itu, nah dideket situ nanti kamu bakalan ketemu gang sunan ampel, jangan masuk, liat ke seberang ada gang sunan ampel II, masuk aja ke gang itu, terus…..”
“ah ribet ah, tunggu depan gangnya aja.”
Rana menarik napas panjang. “yaudah, cepet.” Setelah ngomong panjang lebar seperti itu, Rana menutup telponnya, ia berjalan berdampingan dengan Bila ke jalan raya. Belum juga sampai di jalan raya dilihatnya Aira bersama Beni sedang menuju ke arahnya, Aira cengar-cengir nggak jelas.
“katanya nggak tau jalan, kok bisa nyampek sini?” Bila Heran.
“iya, kamu gimana sih Ra?” tambah Rana.
“nih.” Aira menjawab sambil menunjukkan Handphonenya.
“pakek maps? Kenapa nggak ngomong dari tadi Airaaaa.” Bila mulai gemes sama Aira.
“loh aku emang tau gangnya, tapi kan kostnya nggak.”
“tau gitu mending tadi nunggu didepan kost aja ya Bil.”
“Iya Na, emang dasar Aira nyebelin.” Sahut Bila. Aira tertawa.
“udah, udah nggak usah ribut, buruan turun Ra. Kamu juga cil, udah wes diem yang penting udah nyampek.”
“apa sih Ben, kamu tuh selalu aja musuin aku.” Bila manyun.
“emang pantes dimusuhin kok.”
“resek.” Rana, Beni dan Aira tertawa.
“bentar lagi keluar ayo Ben, cari makan.” Ajak Aira.
“nggak ah capek habis nyetir hampir 3 jam, belum lagi liat ruangan buat ujian besok.”
“ayolah, bentar aja, habis naruh barang-barang ditempat kost kamu, kamu jemput aku.”
“Aira, kasian Beni kalau mesti bolak-balik, udahlah bentar lagi kita cari makan bareng-bareng aja sekalian ke Brawijaya liat ruangan kita.” Bila menengahi.
“iya ndud.” Tambah Rana.
“nah, itu, mereka aja ngerti.” Kata Beni.
“kok gitu sih Ben? Yaudah kalau nggak mau.” Aira berlalu sambil menggandeng lengan Rana.
“ah, Ra, ngertiin dong.”
Aira balik badan “iya, udah deh sana, nanti ketemu di Brawijaya.” Jawabnya ketus.
“ah.” Beni mendesah lalu memutar sepedanya dan meninggalkan mereka bertiga. Bila dan Rana hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah kedua sahabatnya itu, dan merekapun melangkah menuju ke tempat kost. Diperjalanan, Handphone Bila bunyi, diangkatnya telpon yang ternyata dari mamanya itu.
“Assalamu’alaikum Ma.”
“wa’alaikumsalam. Udah nyampek sayang?.”
“oh udah kok ma.”
“kak Alva udah balik?.”
“udah ma, tadi langsung Bila suruh pulang.”
“oh, terus Aira udah nyampek sana juga?.”
“udah ma, baru aja nyampek.”
“yaudah syukur kalau gitu, kalian bertiga baik-baik disana ya.”
“iya mama.”
Setelah mengucap salam, Bila segera mematikan Handphonenya.
            Tiba ditempat kost ketiganya langsung membanting tubuh mereka dikasur yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Sebelumnya mereka telah memutar otak bagaimana caranya agar tempat tidur itu bisa muat untuk tiga orang, terlebih lagi karena ada Aira yang agak big size. Akhirnya mereka sepakat untuk memutar posisi tidur, mereka biarkan kaki mereka bergelantungan yang penting kasurnya pas untuk tiga orang. Bila ada ditengah, disebelah kanan Bila, Rana dan disebelah kiri Bila, Aira.
***
            Jam 4 sore mereka bergegas menuju ke Brawijaya diantar oleh anak-anak kost yang kebetulan kakak kelas mereka sewaktu SMA dan sekarang kuliah di Brawijaya. Bila merasa Handphonenya bergetar tanda ada SMS, tetapi ia tidak menggubris karena ia berpikir mungkin bukan SMS penting. Bila sedang melihat-lihat Universitas Brawijawa. “wow, amazing.” Ucapnya ketika sudah berada didalam UB “besar banget, sampek jalan raya aja ada dalam kampus.” Mendengar celetukan Bila semua spontan tertawa. Bila hanya diam bingung. Begitulah Bila apa yang ada dipikirannya selama ia berpikir pantas untuk diungkapkan, dia akan mengugkapkan begitu saja.
            Setelah menemukan lokasi test masing-masing, Bila, Aira, Rana dan kakak-kakak kelas mereka meninggalkan kampus. Aira mengajaknya berpencar dan balik ke kost bareng Beni. Awalnya Bila nggak enak, ia merasa menjadi kambing congek kalau harus nungguin orang pacaran, tetapi baik Aira ataupun Beni sama sekali tidak mununjukkan sikap itu. Akhirnya Bila ikut saja. Dalam perjalanan, Bila ingat kalau tadi ada SMS masuk, segera dibukanya SMS itu, ternyata dari nomor baru.
+6285783467990
Assalamu’alaikum. Jovi?
Tanpa berpikir panjang, Bila langsung membalasnya.
Bila
Wa’alaikumsalam. Iya? Siapa ya?
Setelah membalas pesan, Bila berpikir keras, mencoba menebak siapa yang SMS, karena seingat Bila tidak ada temannya yang memanggilnya Jovi kecuali kakek dan keluarga di luar kota.
“Cil, diajak ngomong kenapa diem aja sih?.” Suara Aira mengagetkan Bila.
“oh eh apa Ra?”
“hiiii, mau cari makan nggak? Apa langsung balik ke kost?.”
“balik aja, aku udah nitip makanan kok ke Rana.”
“aku nggak kamu titipin juga kan?.”
“ya nggak, katanya tadi nggak mau?.”
“oh yaudah Ben, anterin Sacil ke kost dulu aja, terus balik lagi.”
“loh, jadi kalian mau keluar lagi? Kenapa tadi ngajak aku? Kan aku bisa bareng yang lain terus kalian jadi nggak bolak balik gini.”
“ah udah nggak apa-apa kok Cil.”
“kenapa nggak nitip Rana aja sih tadi Ra, terus nanti makan bareng-bareng di kost.”
“iyaa ini, tadi nitip Rana kan enak.” Beni ikutan ngomong.
“aku kan pengen makan sama kamu Ben.”
“habmmmmm..” Bila mencibir gaya manja Aira.
            Akhirnya Beni menuruti permintaan Aira, mereka mengantarkan Bila kembali ke kost dan kemudian pergi lagi. Bila masuk kedalam kamar dan disambut oleh pertanyaan Rana. “loh, kemana Aira Cil?”
“hm?” Bila menjawab malas.
“Aira.”
“oh, keluar lagi sama Beni, cari makan katanya.”
“oh. Oh ya ini makanan kamu, makan yuk?”
“yuk!.” Bila menjawab dengan semangat dan langsung menyambar makanannya. Sepertinya dia memang kelaparan.
            Selesai makan keduanya langsung mencuci piring dan bergantian melaksanakan sholat isya’. Setelah sholat, Bila tidur-tiduran dan Rana asyik dengan laptopnya.
“cari makan apa nyasar sih Aira kok belum pulang?.”
“nggak tau ah, paling juga masih jalan-jalan.” Bila menjawab seenaknya sambil bangkit dari tidurnya karena dia mulai ingat dengan Handphone. Diraihnya Handphone yang tergeletak dimeja. “hah?.” Bila berkata sambil menutup mulutnya, wajahnya berseri. “ada apa Cil?.” Rana penasaran karena tiba-tiba sahabatnya bertingkah seperti itu.
“aaaaa Rana, Sami Na, Sami.”
“iya, kenapa Sami?.”
“dia SMS aku Na. AAAAAAAAA.” Bila jingkrak-jingkrak dan memeluk Rana.
“mana? Mana? SMS apa?.”
“nih liat Na.” Bila memberikan Handphonenya dengan masih jingkrak-jingkrak senang.
+6285783467990
Aku Sami bil, apa kbr?
Setelah membacanya, Rana memberikan Handphonenya kepada Bila.
“nanananananana.”
Terdengar orang bersenandung diluar kamar kost, sepertinya dia menuju ke kamar mereka. Bila dan Rana diam memandang pintu kamar mereka, menunggu siapa yang akan masuk.
“lhaaaa. Hahaha” Aira masuk sambil tertawa.
Rana kembali memutar badannya ke laptop, Bila duduk dan sibuk dengan Handphonenya. “kalian kenapa sih? Kok nggak nyambut aku?” Tanya Aira manja.
“udah sholat sana, terus belajar.” Jawab Bila seenaknya.
“eh, kalian ndiri kenapa nggak belajar?”
“nungguin kamu.” Jawab mereka barengan kayak udah janjian.
“loh.” Bila dan Rana saling pandang dan tertawa.
“so sweet bangeeettt.” Aira menjawab sambil mendekap dadanya.
“norak!” Bila menjawab dengan tetap memandang Handphonenya.
“Bil, kamu SMSan sama siapa sih? Serius amat, kan jomblo terus ngapain Handphone diseriusin?”
“resek.”
“noh, Sami SMS Sacil, makanya Sacil serius kayak mau makan Handphone aja.” Rana menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
“iya Raa, aku seneng banget tau nggak.” Bila jadi norak juga.
“SMS apa, SMS apa?.”
Bila menceritakan semua awal mula SMSannya mereka, diawali dari nggak taunya Bila kalau ada SMS sampai barusan itu. Padahal, Aira cuma tanya SMS apa. Begitulah Bila kalau lagi seneng, dia bercerita dengan semangat meski kadang yang dengerin nggak semangat seperti dirinya. Dia membaca dengan keras setiap SMS yang diterimanya dari Sami. “Cil, jangan terlalu berharap dulu ya, ntar ceritanya sama kayak waktu itu, dia nggak balik lagi.” Kata Aira khawatir sahabatnya itu sakit hati lagi. Aira dan Rana tau dengan jelas bagaimana kisah Bila selama ini, meski mereka terlihat nggak pernah serius, tapi dalam diri mereka tersimpan rasa peduli yang sangat besar terhadap satu sama lain. “ya, aku nggak berharap banyak kok, cukup berteman, biarin dia balik, dan bukan berarti dia balik ini untuk hubungan yang dulu kan? Apalagi setelah aku tau kalau dia bakalan kuliah di luar negeri, rasanya…”
“ke luar Negeri?” Rana memotong kalimat Bila.
“he’em.” Bila menganggukkan kepala.
“kemana?.” Tanya Aira dan Rana kompak.
“he,, kompak banget.” Kembali keduanya mengatakan kalimat yang sama, kemudian tertawa. Setelah tertawa, keduanya kembali memandang ke Bila sambil menunngu jawaban.
“Australia.” Jawab Bila singkat.
“emang udah ketrima?.” Tanya Rana.
“belum, katanya sih masih proses, ini minta do’a.” Aira dan Rana pun ngangguk-ngannguk.
 Setelah mendengar cerita Bila, Aira langsung bergegas ke kamar mandi, Bila mulai sibuk dengan bukunya dan Rana masih sibuk dengan laptopnya.
***
Hari pertama test masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Bila bangun jam 3 untuk sholat tahajud. Dia membangunkan ke dua sahabatnya tetapi hanya gumaman nggak jelas yang dia dapat. Bila memutuskan sholat dulu dan kemudian kembali membangunkan mereka. Tetapi setelah Bila sholat pun mereka tidak bangun, akhirnya Bila diamkan mereka, biar subuh saja mereka bangun. Bila menunggu subuh dengan belajar dan mempersiapkan diri untuk test nanti. Ketika adzan subuh berkumandang, Bila menutup bukunya dan bergegas sholat. Setelah sholat, dia mencoba membangunkan kembali sahabatnya. “Aira, Rana bangun, udah subuh tau, kalian katanya mau belajar? Sholat yuk sholat”
“hm, jam berapa sekarang?.” Rana bertanya dengan mata yang masih tertutup.
“jam setengah lima Na.”
“apa? Kok kamu nggak bangunin aku jam 3 tadi sih Cil?.”
“udah Ra, tapi kamu nggak bangun.”
“emm, apa sih brisik tau.” Aira mulai bangun juga.
“bangun Ra, tidur mulu, udah subuh nih.”
“ini loh Ra, Sacil nggak bangunin kita jam 3 tadi.” Rana ngadu.
“kata siapa? Dibangunin kok Ra, aku ngrasa tapi nggak bangun. Hehe.”
“nah kan, aku bangunin kamu Na.”
“oh iya ya? Aduh ini efek kita tidur jam dua belas lebih.”
“tapi nggak segitunya juga kali Na, aku loh tidur lebih malam dari kamu tapi aku bisa bangun kok. Udah deh udah, kalian berdua cepet sholat, terus belajar, keburu jam kita berangkat ini.”
Akhirnya setelah beradu mulut, dengan malas Rana bergegas ke kamar mandi, Aira menunggu giliran dengan tiduran. Bila geleng-geleng kepala melihat tingkah ke dua sahabatnya itu.
***
            Jam enam pagi mereka mulai siap-siap untuk pergi ke kampus tempat mereka test. Ruangan Bila dan Aira berada di tengah-tengah area kampus sedangkan ruangan Rana berada di dekat gerbang masuk.
“Sacil, bareng aku sama Beni ya? Tempat test kamu kan jauh, di tengah-tengah kampus.”
“lalu Rana?.”
“oh iya.” Aira menapok jidatnya.
“iya Ra, masak aku ditinggal?.”
Mereka diam, sibuk menata dan merapikan kerudung mereka.
“eh, gini aja deh, Sacil jalan kaki sama aku, kamu kan di jemput jam tujuh sama Beni, jadi jam setengah tujuh bentar lagi aku sama Sacil langsung berangkat, terus nanti kita tunggu kalian di gerbang kampus dan kamu bawa deh Sacil ke tempat testnya. Yah, biar aku nggak sendirianlah berangkatnya. Tempat test aku kan deket gerbang.” Tiba-tiba Rana dapat ide.
“he’em Rana bener tuh, itung-itung kita sama olahraga pagilah jalan kaki ke kampus.”
“oh iya bener, iya, iya deh.” Aira setuju juga.
“yaudah kamu cepet SMS Beni suruh jemput biar nanti nggak telat.” Bila memberi saran.
“udah tapi nggak dibales.”
“ah udah, udah, biar itu di urus sama Aira aja, yuk Cil berangkat udah mau jam setengah tujuh nih, kita kan jalan kaki, butuh waktu lebih lama daripada Aira.” Rana menarik tangan Bila.
“eh, eh aku ikut, bareng dong ke depannya.”
“cepetan.” Ucap Rana dan Bila hampir barengan.
“sepatuuuu.” Bila berteriak sambil kembali ke kamar.
“Sacil!” Rana berteriak setengah membentak Bila.
“hahahahahahaha.” Bila tertawa keras.
“nah, sapa yang lama, sapa yang muter-muter?.” Aira merasa menang.
Setelah memasang sepatu ketiganya bergegas keluar kost. Sesekali Bila berhenti membetulkan sepatunya yang nggak pas atau talinya yang kurang rapi.
“cepetaann.” Aira gemes juga dan menarik lengan Bila.
“hahahaha.” Bila tertawa kemudian diam.
“kalian hobi banget sih narik-narik aku.” Bila mulai protes dan manyun.
Aira dan Rana hanya membalas dengan tertawa.
Sampai dipersimpangan jalan yang ada warungnya, Aira berhenti dan memilih menunggu Beni disana.
“eh, aku nunggu Beni disitu aja deh ya, sama makan.”
“ya udah kita duluan kalo gitu.” Rana pamit.
“yaah, Cil, Na masak aku ndirian?.”
“Aira, masak kita nungguin kamu, bisa telat dong, kita kan jalan kaki.” Bila menjawab dengan menahan sabar.
“oh iya, ya udah, berangkat sana. Hust hust.”
“huuuu, jangan lupa aku nunggu kamu digerbang.”
“iyaa.”
“jangan telat soalnya kalo kamu telat aku juga telat.”
“iya Cil.”
“beneran, aku masih belum tau jelas ruangan aku.”
“Sacil iya!”
“enngg…” Bila mau ngomong lagi kalau Rana nggak menariknya.
“cerewet, ayoooo.”
“Aira, jangan lupa.”
“Cil, tak lempar sepatu nanti ya.” Aira naik darah juga.
“hahahaha..” Bila tertawa sambil menarik Rana balik.
            Bila dan Rana berjalan berdampingan menuju ke kampus dengan ngobrol dan diselingi ketawa karena candaan Bila. Mereka tiba di kampus jam tujuh kurang sepuluh menit. Sambil menunggu Aira dan Beni datang, mereka berdua duduk-duduk didekat salah satu Fakultas. Sampai jam tujuh lebih sepuluh menit, Aira dan Beni belum juga datang, Bila mulai geram. “mana sih nih anak berdua, masak aku mau ditinggal, fakultasku jauh banget, SMS nggak dibales, telpon nggak diangkat.”
“iya ya Cil, gimana ini?.”
“kamu buru-buru?.”
“iya, aku kan mesti jalan lagi terus aku masih belum tau kelasnya dimana.”
“ya udah kamu kesana aja deh Na, biar aku tungguin mereka berdua disini.”
“yakin? Nggak papa kalo aku tinggal.”
“iya yakin Na, udah kesana aja daripada kamu telat.”
“ya udah aku duluan ya Cil.”
“ya Na.”
Akhirnya Rana meninggalkan Bila juga karena ujian akan dimulai dua puluh menit lagi. Lagi kesel-keselnya Bila, tiba-tiba “ayo Cil.” Bila yang lagi nunduk spontan mengangkat wajahnya. “Aira, Beni, kemana aja sih lama banget, lima belas menit lagi ujian dimulai.”
“tau nih Beni Cil.” Aira cemberut.
“makanya ayo Cil, buruan, jangan ngomong aja.” Beni kesel juga.
“nah kan, hobi banget kamu ya Ben musuhin aku.”
“ah, ayo, tak tinggal kamu yaa.”
“coba aja.”
Beni menghidupkan sepedanya, kemudian pergi ninggalin Bila. Bila panik, baru saja dia mau teriak, Beni sudah memutar balik motornya.
“Beniiii..” Bila sebel.
“hahaha, ayo, mau aku tinggal beneran takut kamu nangis.”
“hahahaha, ayo Cil, buruan.” Aira ikut tertawa juga.
***
            Ujian hari pertama berakhir jam 11 siang. Bila pamit pulang dengan teman-teman test yang baru dikenalnya. Beni dan Aira sudah janji akan menjemputnya, tetapi sampai Bila berada didepan Fakultasnya, belum juga keliatan tanda-tanda keberadaan mereka, tetapi kali ini Bila santai karena dia bisa sampai kost jam berapa saja tanpa ada hukuman atau yang lainnya. Beda dengan test tadi yang kalau Bila telat, ia akan dicoret sebagai peserta. Bila berjalan meninggalkan Fakultasnya dan mengirim pesan kepada Aira.
Bila
Ra, aku tunggu sambil jln kaki ya. aku lewat jln yg tadi kita lewati. Tp ntahlah aku msh ingat atau gk. :D
Bila ketawa sendiri membaca SMSnya dan memikirkan keputusannya untuk nunggu mereka sambil jalan. Karena dia sendiri sudah lupa dengan jalan tadi.
Aira
Ke arah mana? Qm ke Fakultasku aja. Kan deket dr fak. Qm..
Setelah membaca SMS Aira, dia jadi ingat kalau Fakultas Aira tidak begitu jauh dari sana.
Bila
Ya udah aku ikuti jln ya, nanti kamu pgl aku kalo liat aku.
            Sesampainya Bila disana, dia celingukan mencari Aira. “Cil.” Aira memanggilnya sambil melambai-lambaikan tangan. Bila berlari ke Aira yang telah bersama Beni itu. “huh, yuk pulang Cil. Gimana testnya?”
“ya gitu deh standart”
“punyaku aja nawur kok, santai.” Beni ikut jawab.
“huuuu, gaya kamu Ben.” Bila mencibir.
yo wes ayo pulang, capek.”
“ayo Ben, oh iya aku turunin dideket gerbang tadi ya, aku pulang bareng Rana, jalan kaki lagi.”
“oke.” Jawab Beni, sementara Aira hanya tersenyum manja kepada Bila.
***
            Bila dan Rana membanting tubuhnya dikasur setelah mereka sampai di kost. “capek juga ya, panas Na.”
“iya Cil. Huh.”
“aku langsung mandi aja deh, terus sholat dan tidur, nyiapin tenaga buat ntar malam belajar. Haha.” Bila ketawa.
“ya deh cepetan, terus aku.”
Bila menyambar handuknya dan mengambil peralatan mandinya. Ketika melewati Rana, iseng-iseng dia memukulnya dengan handuk
“resek.”
“hahaha.” Bila tertawa dengan setengah berlari ke kamar mandi, takut kalau-kalau Rana membalasnya.
15 menit kemudian.
“nanananana..” Bila kembali ke kamar dengan bersenandung.
“Na ud…. Loh Aira udah disini.”
“cepetan Na mandi, terus aku.” Aira berkata sambil nyengir ke arah Bila.
            Setelah mereka bertiga selesai mandi dan sholat, ketiganya langsung tiduran sambil ngobrol-ngobrol bahas masalah test dan cerita yang lain sambil ketawa-ketawa.
“eh, kalo tak pikir-pikir disini nih kita loh yang paling rame.” Aira memotong pembicaraan sebelumya.
“haha, iya Ra, mbak-mbaknya pasti mikir ‘apa ae ta anak-anak sebelah ini’.”
“haha malu-maluin. Yuk tidur aja yuk.” Ajak Bila.
***
            Jam lima Bila kebangun, dilihatnya ke dua sahabatnya masih tertidur. Bila denger ada sesuatu diluar kost. “hujan!” teriaknya. Seketika itu dia langsung keluar kost, Bila ingat handuknya yang dijemur tadi siang. Setelah sampai diluar kost, ternyata jemurannya udah ada yang mindahin, tetapi sudah basah kuyup. “yah, basah.” Desahnya.
            Bila kembali kedalam kamar, “ada apa sih Cil, brisik kamu tadi.”
“hujan Ra hujan, handukku jadi basah tau, lagian ini udah sore bangun, sholat.”
“loh emang iya hujan? Handukku?.” Rana yang keliatannya tidur nyenyak bangun juga.
“aku tadi sih denger hujan, tapi aku liat kalian tidur nyenyak-nyenyak aja ya udah aku lanjut tidur lagi.” Ucap Aira dengan tingkah tanpa dosa sambil membetulkan posisi tidurnya.
“Airaaaaaaa.” Teriak keduanya.
“lha wong kalian tidur, kirain aja nggak ada apa-apa diluar.”
“ah, terus aku mandi pakek apa?.” Bila bingung.
“mau mandi lagi kamu Cil?.” Tanya Rana.
“iya Na, kamu nggak?”
“nggak ah males.”
“aku juga nggak ah, males.” Aira ikut jawab.
“ah terserah-terserah kalian deh, aku mau mandi dulu, keburu asharnya habis, terpaksa pakek handuk basah.”
“aku wudhu dulu deh Cil, kamu kan mandi lama.”
“ya udah cepetan Na, kamu juga wudhu gih Ra.”
“ntaran aja.” Aira menjawab sambil tetap tidur.
Bila hanya geleng-geleng kepala lihat tingkah sahabatnya yang satu itu.
            Setelah sholat ashar dan maghrib, ketiga sahabat itu sepakat untuk keluar bareng cari makanan kecil di Alfamart dekat kost sekalian jalan-jalan lihat suasana sekitar kost di malam hari. Hanya sebentar, sebelum isya’ mereka telah kembali dengan membawa sekantong plastik besar makanan.
“dek nggak mau nitip makanan? Kita mau keluar nih.” Terdengar suara mbak Prita, mbak kost sekaligus kakak kelas mereka sewaktu SMA.
“Na, nitip nggak?” tanya Bila
“nitip aja Cil, daripada kita keluar kan nggak ada kendaraan, kamu Ra, nitip nggak?”
“nggak deh aku mau ngajak Beni keluar makan bareng aja.”
“hyaahh, kalo Beni nggak mau?” Bila nyaut.
“iya mbak nitip.” Rana teriak
“berapa dek? 3 bungkus ya?”
“nggak mbak dua aja.”
“loh….”
“nih, Aira mau kencan.”
“kencan mulu Ra.” Ucap mbak Prita sambil ketawa.
Aira hanya menjawab dengan cengiran.
            Jam 8 malam, Aira keluar makan sama Beni, Bila dan Rana belajar sambil dengerin musik. Lama belajar, keduanya bosan dan memilih untuk nonton video Bayu Skak. Baru aja nonton, keduanya langsung ngakak-ngakak nggak jelas.
“Na, udah jam sembilan lewat kok Aira belum pulang-pulang ya?”
“nggak tau masih jalan-jalan kali ya? biarin ah udah gede gitu pasti tau jalan pulang.”
“nggak gitu Na, kan nggak enak aja sama anak kost yang lain kalo pulang malem-malem, kita kan cuma penghuni sementara.”
“ya juga sih.”
Keduanya diam, kembali nonton video Bayu Skak. Tidak lama, terdengar ada yang buka kamar mereka. Keduanya langsung menoleh kearah pintu, ada kepala menyembul disana.
“Aira belum pulang dek?”
“belum mbak.” Jawab Rana.
“tadi aku ketemu di Matos sama Beni cowoknya itu.”
“iya mbak tadi keluar sama Beni kok.”
“wah kencan mulu tuh anak, jadi ngiri.” Ucap mbak Prita sambil nyengir.
“iya tuh mbak.”
“mbak tinggal kalian keluar dulu ya bentar.”
“loh mau kemana mbak?” Bila penasaran.
“ada deh, kencan sama mbak Tia.”
“Bilang ada deh, tapi malah kasih tau kita mbak ini.” Bila protes
“oh iya keceplosan.” Mereka tertawa.
“udah-udah yaa, mbak berangkat. Daaaahh.”
“ya mbak hati-hati.” Jawab mereka berdua barengan.
            Setelah mendengar suara motor mbak Tia menghilang, Bila naik ke kasur untuk tiduran, Rana tetap di bawah mengotak atik laptopnya. Terdengar suara langkah kaki mendekat.
“Na, kayaknya Aira deh, pura-pura tidur!.”
Rana langsung naik ke atas kasur dan ikutan pura-pura tidur.
Aira membuka pintu kamar dan menguncinya, kemudian langsung duduk di dekat ranjang sambil memeluk kakinya, dan menenggelamkan wajahnya disana. Bila dan Rana mendengar suara isak tangis. Bila segera balik badan ke arah Rana, bertanya Aira kenapa dengan isyarat mata. Rana menjawab dengan mengangkat bahu. Rana bangkit duduk mendekat ke arah Aira sementara Bila tetap pada posisinya tidur telentang sambil memperhatikan Aira.
“Ra, kenapa?.” Tanya Rana.
Tidak ada jawaban, Aira tetap menangis. Rana membalik tubuhnya kearah Bila dan mengangkat bahunya.
“Ra..” Rana menoel bahu Aira.
“Beniiiiiii…. Hemmmm.” Aira teriak nggak jelas sambil nangis.
Bila langsung memiringkan badannya dan menutup wajahnya dengan bantal, dia sudah menduga masalahnya.
“iya kenapa Beni?.” Rana mulai agak bingung.
Aira menceritakan semua kejadian mulai dari berangkat sampai pulang tadi, rupanya mereka berdua sedang bertengkar gara-gara masalah kecil. Rana mendengar dan memperhatikan dengan serius, sementara Bila hanya memperhatikan sambil tiduran dan menikmati musik dari laptop Rana. Bila bersikap biasa karena dia sudah tau siapa sahabatnya yang satu itu dan bagaimana dia. Setelah memberi saran dan Aira tetap nangis Bila diam. Kemudian nyeletuk seenaknya. “uang kamu masih ada nggak Ra, setelah makan dan belanja kayak gitu tadi?.”
“uang aku habis, haaaaa.” Tiba-tiba Aira mengganti topik dan ganti menangisi uangnya.
Rana langsung garuk-garuk kepala heran.
“udah Na, nggak usah heran, gini nih anak gila kalo lagi galau.”
Aira ketawa tapi tetap nangis. Spontan Bila dan Rana ketawa.
“ah biarin ah, terserah Beni aja, mana laptop kamu Na, nonton Bayu Skak ajaa.” Ucap Aira dengan gaya manja.
Setelah beberapa saat, Aira ketawa ngakak-ngakak, Rana ketawa ngetawain tingkah Aira yang aneh, Bila langsung bangun dari tidurnya dan ikutan ketawa.
“Ra, kamu tuh galau masih aja ketawa.” Ucap Bila
“biarin ah daripada mikirin Beni.” Aira manyun.
“hayoo, ngetawain apa kok rame banget. Buka pintunya dek.” Terdengar suara mbak Prita dari luar.
“bentar-bentar jangan dibuka Cil.” Aira mencegah, dia langsung mengusap air matanya.
“udah-udah buka aja.”
“ini mbak ngetawain Bayu Skak.” Jawab Bila sambil membuka pintu.
“loh, Ra udah pulang, cie yang habis kencan. Loh habis nangis kamu ya?.” mbak Prita mendekat ke Aira.
“ahhh embak, udah deh mbak.”
“loh kenapa nih Aira adek-adek.” Mbak Prita jadi bingung.
“biasa mbak galau.”
Tiba-tiba Aira ketawa keras.
“nih anak habis nangis bisa ngakak kayak gini ya.” mbak Prita jadi heran.
“biasalah mbak, anak gila, ya gitu mana pernah serius.” Jawab Bila seenaknya.
“ya udah deh biarin, ini mbak bawa makanan, yuk makan bareng-bareng nih cemilan.”
“nggak mbak malu.” Jawab mereka bertiga kompakan niruin gayanya mbak Prita.
“ada malu diomongin gitu dek.” Mbak Tia ikutan ngomong, mbak Prita ketawa.
“ayok yang galau nih dimakan.”
“nggak ah mbak malu.” Aira menjawab dengan gaya malu-malu.
“iiihhh, gaya kamu loh Ra.” Protes Bila.
            Selesai makan-makan bareng mbak Prita dan mbak Tia, ketiganya langsung tidur, tapi sebelum tidur seperti biasa mereka bercanda dulu.
“ada SMS eh, dari Beni. Sayang jaketnya bagus, aku suka, makasih ya.” Aira membaca SMSnya.
“resek nih Beni, tadi ngomel-ngomel sekarang bilang suka.”
“yaaaaa, sayang tadi Aira udah nangis.” Ucap Bila dengan gaya mengolok Aira. Ketiganyapun ketawa.
***
            Hari ini, adalah hari test kedua, jam setengah sepuluh Rana udah pulang duluan karena dia hanya ikut test saintek, sedangkan Bila dan Aira ikut test campuran jadi pulangnya jam setengah dua belas. Meski tidak ada Rana, Bila tetap pulang jalan kaki, kemarin dia sudah janji akan menemani Elvan pulang jalan kaki karena Elvan nggak ada kendaraan dan arah kost mereka sama. Elvan adalah salah satu teman SMA Bila. Elvan sudah menunggunya di gerbang ketika Beni dan Aira mengantarnya.
“El, nitip Sacil ya.” ucap Beni.
“yuk tenang aja.” Jawab Elvan.
“ya udah kita jalan dulu. Yuk Cil, yuk El.”
“daaaa, Sacil.” Aira melambaikan tangannya.
Bila membalas lambaian tangan Aira.
“yuk El jalan.”
Mereka berdua jalan sambil ngobrol-ngobrol membicarakan rencana mereka kalau nanti nggak di terima test. Mereka sepakat untuk ikut jalur mandiri di UB.
Sampai dideretan penjual kaki lima Bila merasa ada yang manggil. “ssstt.” Bila nengok ke kanan kiri, depan belakang tapi nggak ada siapa-siapa. “Bil.” Elvan menyikut lengan Bila dan memberi isyarat untuk menengok ke salah satu warung.
“ciieee, so sweet ya jalan berdua.”
“iya dong Ra.” Bila dan Elvan menjawab hampir barengan.
Ternyata yang manggil Bila tadi Aira dan Beni.
“yuk Ra, duluan yaa.” Bila melambaikan tangan.
“nggak makan dulu Cil?”
“nggak deh Ra. yuk”
“mampir dulu sini Cil, El.” Kata Beni
“nggak deh Ben, ntar aja makan di kost.”
“nggak deh Ben, makasih.” Elvan ikut menjawab.
“Ya udah deh, daaaa kalian berdua.”
“iya Cil.” Beni mengangguk.
“daahh .” Aira membalas lambaian tangan Bila.
“nggak makan dulu Bil?” tanya Elvan.
“nggak Van, kamu mau makan?”
“nggak deh.”
“ayo kalo makan aku temenin.”
“nggak deh, nggak laper kayaknya, yuk jalan aja.”
“oh ya udah Van.” Keduanya pun melanjutkan jalan.
“hey, ayo nyebrang, itu gang ke kostku, kamu mau lewat situ kan?.” Bila menunjuk gang yang berada di seberang jalan.
“bentar-bentar ngidupin maps dulu, aku nggak tau jalan.”
“cepetan El.”
“nih, nih udah yuk jalan. Loh loh Bil, kok jalan juga.”
“apanya El?.”
“ini titik di maps.”
Spontan Bila ketawa mendengar ucapan Elvan.
“Elvan, malu-maluin, ya iya jalan, itu kan posisi kamu.”
“ya Allah geblek banget aku, katrok-katrok.”
Bila ketawa nggak bisa berhenti.
“yuk El nyebrang.”
“aduh hati-hati Bil.”
Elvan maju mundur bingung antara mau nyebrang dan tidak karena jalanan rame. Bila hanya diam menunggu jalanan agak lenggang. Dia kembali ketawa melihat tingkah Elvan seperti itu.
“ayo, ayo El udah agak lenggang nih.”
“aah, ahh, aduh, aduh, mepet-mepet.” Elvan nyebrang jalan sambil ngomong nggak jelas.
“hahaha, kamu tuh apa sih El, malu-maluin.” Bila ketawa-ketawa hampir jongkok karena perutnya mulai sakit.
“aku takut nyebrang Bil.” Elvan menjawab sambil ketawa.
Sampai dipersimpangan jalan mereka berdua berpisah karena Bila harus belok sementara Elvan harus berjalan lurus.
“ya udah El hati-hati ya, makasih, aku belok.”
“ya aku yang makasih Bil.”
“sama-sama deh, hati-hati juga kalo bailik ke Surabaya. Daaaaa.”
“daahh.”
            Bila berjalan santai dan sesekali bersenandung kecil, setiap bertemu orang dia tersenyum ramah. Sampai di kost, dia masuk dan mengucap salam, lalu menarik napas panjang “selesai.” Desahnya. “Na.. Rana.” Bila masuk ke kamar sambil memanggil Rana. Dia langsung menutup mulut ketika tau bahwa Rana sedang tidur. Diapun meletakkan barang-barangnya secara perlahan. “Cil, udah pulang?” mendengar suara itu, spontan Bila balik badan. “loh Na, udah bangun?.”
“iya udah, mulai jam setengah sepuluh tadi aku tidur, rasanya puas.” Rana menguap lebar.
“huuh, dasar tidur mulu.”
“biarin, eh Aira kemana?.”
“nggak tau belum pulang tuh, tadi sih masih makan sama Beni.”
“jadi pulang hari ini bareng Beni?.”
“ya iya Rana, mau pulang sama siapa lagi dia.”
“oh iya, ya udah sana gih mandi, aku packing dulu.”
“yap, sekalian punyaku dipackingin juga ya.” Bila ngomong sambil berlalu pergi kedepan mengambil handuk, tidak mempedulikan omongan Rana dan kembali lagi ke kamar.
“Na, jadi pulang jam berapa?.”
“jam tiga bentar lagi. Buruan mandi, ntar kemaleman nyampek Surabaya.”
“hai.. hai.” Tiba-tiba ada Aira.
“aduh, yang lagi packing, nggak kayak aku udah siap dari tadi pagi.”
“huuhh, apa sih Ra.” Dengus Rana.
“eh aku pulang duluan, udah di tunggu Beni tuh.”
“sekarang?” Bila mupeng.
“ya iya Ciil.”
“nggak bareng sama kita Ra?.”
“nggak Bil, kasian Beni nungguin lama.”
“ya udah Ra, hati-hati.” Rana berkata sambil bangkit berdiri. Mereka berdua mengantar Aira keluar kost. Tidak lupa juga Aira pamitan sama mbak-mbak kostnya.
“yuk mbak pulang, makasih ya.”
“oke, pulang sama Beni kan?” tanya mbak Prita.
“ya mbak, tuh Beni.”
“hati-hati Ra.” Kata Bila.
“sip, yuk mbak, Cil, Ra.”
“iya Ra. Hati-hati.” Jawab mereka kompak.
“Cil, Ra, ayok duluan. Prit makasih yo.” Beni ikut pamitan.
“yuk sip Ben.”
            Sepeninggal Beni dan Aira, Bila segera mandi bergantian dengan Rana. Tepat jam tiga setelah sholat Ashar, Bila dan Rana pun balik ke Surabaya dengan angkutan umum, Rana tidak ada yang jemput, jadi Bila menemaninya naik angkutan umum sekalian tidak mau merepotkan kak Alva lagi. Tak lupa, mereka juga pamit sama mbak-mbak kost dan mengucapkan terimakasih kepada mereka.
***
6 Juli 2013…
            Hari-hari Bila berjalan normal, komunikasi dengan Arjuna kembali terjalin. Bila merasa hari-harinya monoton, hanya diisi dengan malas-malasan sambil menunggu hasil test. Iseng-iseng dia membuat perahu kertas, ditulisinya semua kertas dibagian layar perahu dengan harapan-harapannya. Mulai dari Universitas harapan, Fakultas harapan sampai cowok yang dia harapkan, ada dua inisial disana. A dan S. artinya Arjuna atau Sami. Bila menggantungnya di dinding-dinding hingga membentuk seperti hiasan dinding. Tau adik semata wayangnya tidak keluar kamar sama sekali, Alva penasaran apa yang sedang dilakukan adiknya itu, dia membuka kamar adiknya yang setengah terbuka.
“hay, lagi ngapain ka..” kalimat Alva berhenti disana. Dia ternganga melihat kamar adiknya banyak perahu kertas bergelantungan.
“lagi ngehias kamar ya Bil?.”
Bila membalikkan badannya. “hm? Oh iya kak, masuk aja, sini bantuin Bila.”
“sampek jelek gitu kamu Bil, mandi gih udah sore.”
“nanggung kak, nylesain ini dulu deh.”
“ya udah sini aku bantuin, mau dibentuk kayak gimana sih?.”
Kemudian Bila menjelaskan panjang lebar tentang design kamarnya. Alva hanya manggut-manggut paham.
“nah jadi gitu, ya udah aku mandi dulu deh kak, bau banget badanku, keringetan lagi.” Bila berkata sambil berlalu.
***
            Bila kembali ke kamar dengan bersenandung kecil, dibukanya pintu kamar lalu dia mengangkat wajahnya. “wow, perahu-perahuku udah terpasang semua?.”
Alva hanya menjawab dengan senyuman yang sangat manis, senyum tulus yang selalu membuat Bila tenang.
“kak Alva, makasih bangeett.” Bila langsung berlari memeluk kakaknya. Alva mengacak gemas rambut Bila.
***
            Malam hari, Bila menikmati suasana baru kamarnya. Dia tersenyum senang melihat perahu-perahu itu. “semoga harapan dalam perahu-perahu itu menjadi kenyataan.” Desahnya pelan sambil menutup mata. Dia baru membuka mata ketika mendengar Handphonenya berdering tanda ada SMS masuk. Bila bangkit, mengambil Handphonenya dan membaca SMS itu, ada senyum yang sangat manis di bibir mungilnya, rupanya itu SMS dari Arjuna, Bila memandang perahu yang ada tulisan inisial cowok harapannya, dia kembali tersenyum manis. Dibalasnya SMS tadi dan mereka berkirim SMS hingga larut malam, Bila merasa dekat dengan Arjuna, tetapi dia tidak berani berharap lebih. Dia hanya berani menggantung harapannya seperti perahu-perahu kertasnya itu.
***
            Hari ini adalah pengumuman hasil test tulis masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui online. Dari kemarin Bila sudah panas dingin menunggu hasil pengumuman itu, dia sangat berharap bisa kuliah di Yogyakarta. Jam lima sore banyak teman-temannya yang mulai mengirim SMS, bertanya apa Bila diterima disalah satu Perguruan Tingi Negeri. Zahra dan Rana memberi kabar bahagia. Zahra diterima di salah satu Perguruan Tinggi di Malang, sedangkan Rana diterima di Yogyakarta. Bila membuka laptopnya, mulai mengoneksikan dengan internet, berbarengan dengan itu, Handphonenya kembali berdering tanda ada SMS masuk.
Arjuna
Gmn Cil hasil test?
Bila langsung membalasnya, tanpa mempedulikan laptop yang sudah terhubung dengan internet.
Bila
Ini baru mau liat, kamu gmn?
Arjuna
Alhamdulillah aku ketrima di Jogya.
Membaca pesan dari Juna, Bila ikut bahagia, tinggal dia yang belum tau hasil, segera dia membuka halaman pengumuman dan menginput nama serta tanggal lahirnya lalu memencet tombol enter. Bila memejamkan matanya berdo’a agar dia memperoleh hasil yang terbaik dan harapannya bisa terwujud. Perlahan dia buka mata, dan loading telah selesai, dia beranikan menggeser layar ke bawah agar bisa membaca hasil. Jeng..jeng.. “MAAF ANDA TIDAK LOLOS UJIAN” itulah tulisan yang terpampang dilayar laptop. Bila kembali memejamkan matanya, berharap semua itu adalah mimpi, dia kembali login, dan ternyata hasil tetap sama. Bila mencoba kuat, mencoba menerima kenyataan, mencoba untuk tidak menangis. Ditutupnya laptop itu pelan, Bila meyakinkan hatinya bahwa ada seribu jalan untuk masa depan yang lebih baik. Bila segera menemui orang tua dan kakaknya yang berada diruang keluarga, tetapi baru dia membuka pintu kamarnya, papa, mama dan kakaknya sudah berada didepan pintu ingin masuk ke kamar Bila.
“dek gimana hasilnya?.” Tanya kak Alva.
Bila menggelengkan kepalanya lemas.
“gagal kak.”
“gagal? Kamu nggak diterima?.”
Mendengar suara papanya, Bila merasa ditampar, hatinya nyeri, dia merasa telah mengecewakan kedua orang tuanya.
“iya pa.” Bila menjawab dengan wajah menunduk, dia tidak berani menatap mata bijaksana itu.
Perlahan dia merasakan ada yang mengelus kepalanya, dia beranikan menengadahkan kepalanya.
“tidak apa-apa, masih ada jalan lain untuk masa depanmu.” Papanya tersenyum tulus.
“iya sayang, masih ada Perguruan Tinggi Negeri disini…” mama Bila ikut bicara.
“dan masih ada jalur mandiri.” Kak Alva menambahi. Dirangkulnya tubuh kecil adiknya itu, dibiarkannya Bila membenamkan kepala didadanya dan tenang untuk beberapa saat. Papa Bila hanya mengelus kepala Bila dan mamanya memegangi pundak anaknya itu. Diperlakukan seperti itu, Bila seperti menemukan sebuah kekuatan baru.
“mama, papa, kakak nggak kecewa sama aku?.”
“tidak sayang, mungkin kamu hanya belum beruntung.” Jawab mamanya dengan senyum lembut yang selalu menghias bibirnya.
“ya sudah, daripada kamu sedih, kamu sholat saja, ini sudah maghrib.” Saran papanya.
“iya pa. makasih ya pa, ma, kak.”
            Setelah orang tua dan kakaknya meninggalkan Bila untuk sendiri, Bila segera bergegas sholat agar hatinya semakin tenang. Setelah sholat, Bila meraih Handphonenya, dia akan memberi kabar kepada teman-temannya. Dilihatnya Handphone yang tergeletak dimeja, ada 3 SMS disana.

1.Arjuna
Gmn Bila?
2.Aira
Cil, aku nggak ktrima :’(
3.Rana
Gmn?
Bila membalas semua SMS itu, ada rasa kecewa dihatinya. Arjuna dan Rana mencoba memberinya semangat. Dari SMS, Aira memberi kabar bahwa dia memutuskan untuk ikut jalur mandiri di Jogja. Semua sahabat Bila juga menyarankan untuk ikut jalur mandiri dulu. Bila berpikir dan kemudian pergi ke ruang keluarga untuk bicara dengan kedua orang tuanya.
“eh, Bila sini duduk Bil.” Kak Alva memberinya tempat duduk disebelahnya.
“sudah tenang?.” Tanya papa Bila.
“agak pa.”
“apa rencana kamu?.”
“Bila ingin ikut jalur mandiri di Jogja pa sama temen-temen Bila.”
Papanya menarik napas berat. “bukankah disini juga ada Universitas Negeri? Kenapa kamu pilih yang jauh?”
“Bila ingin kuliah di Jogja papa.”
“tapi Bila, biaya hidup itu mahal, dan bukankah kamu udah nyoba?.”
“apa salah kalo Bila ingin mencoba lagi?”
“apa itu tidak membuang-buang waktumu dan menyia-nyiakan kesempatan disini?.”
“tapi pa..” belum juga Bila sempat menyelesaikan omongannya, telpon rumah berbunyi. Mama Bila berdiri untuk menerima telpon. Dari bicara mama, Bila tau kalau itu telpon dari kakek di Jakarta.
“kakek ingin bicara sama kamu sayang.” Ucap mama kepada Bila. Bila bangkit dari duduknya untuk bicara dengan kakek.
“assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumsalam. Cucu kakek gimana kabarnya?.”
“baik kek, kakek gimana?.”
“baik, baik. Kakek dengar dari mama kamu kalau kamu tidak diterima test.”
Bila tidak langsung menjawab, dia menarik napas berat.
“Jovita?.”
“iya kakek, benar.”
“lantas apa rencana kamu untuk selanjutnya?.”
“aku ingin kuliah di Jogja tapi papa melarang kek.”
“jelas papa kamu melarang, bukankah di Surabaya banyak Universitas Negeri dan bukankah sebelum kamu ikut test papa kamu sudah melarangmu untuk memilih Universitas yang jauh?.”
“iya kek.” Jawabnya singkat.
“cu.. kalau kamu memang ingin kuliah diluar kota, kuliah saja disini.”
“Jakarta?.” Bila hampir teriak.
“iya, kenapa? Kamu bisa tinggal dengan kakek disini.”
“kakek, pergaulan Jakarta..” belum juga Bila sempat menyelesaikan omongannya kakek Bila sudah menjawab.
“kamu sudah besar cu, pasti bisa menjaga diri, lagian disini kakek cuma sendiri sama tante dan ommu, ommu pasti ngijinin kamu kuliah disini bersama Farel.”
“nanti Jovi bicarain sama papa kek.”
“papamu pasti mengijinkan.”
“semoga saja.”
“ya sudah, salam sama papa, mama dan kakakmu ya.”
“iya kek.”
“assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumsalam.”
            Selesai bicara dengan kakeknya, Bila langsung berlari ke kamarnya. Pikirannya bingung, ia ingin sekali kuliah di Jogja. Melihat Bila bertingkah seperti itu, kedua orang tua dan kakaknya bingung, ada apa dengan Bila. Mereka bertiga segera menyusul ke kamar Bila, tanpa mengetuk pintu, papa Bila langsung masuk diikuti mama dan kakaknya. Waktu itu Bila sedang duduk melamun di jendelanya yang menghadap ke taman. Tahu kalau ada yang masuk, Bila langsung memutar badannya.
“kamu kenapa?.” Tanya papa Bila.
“nggak apa-apa pa.” jawabnya tanpa ekspresi.
“kakek ngomong apa?.”
“Bila diminta kuliah disana kalau memang ingin kuliah diluar kota.”
Papanya menarik napas berat.
“Bila, kuliah disini aja.” Kakaknya ikut bicara. Sementara mamanya hanya diam.
“nak, kenapa sih kamu ingin kuliah diluar kota?.”
“papa, Bila ingin merasakan hidup mandiri.”
“ya sudah kamu kuliah saja di tempat kakekmu, jangan di jogja.”
“tapi Bila ingin di Jogja.” Bila mulai ngeyel.
“sama saja kan, Jogja ataupun Jakarta, kamu tidak akan ketemu papa, mama dan kakakmu.”
“bukan karena itu papa!.” Bila mulai emosi karena papanya mengira dia ingin berpisah dengan keluarga.
“lalu…”
“sudah, Bila masih bingung.” Bila langsung memotong kalimat papanya dan loncat ke kasur, menutup wajahnya dengan bantal. Orang tua Bila mengerti, mungkin Bila butuh waktu untuk sendiri dan berpikir. Ditinggalkannya Bila yang dalam keadaan tengkurap dan wajah ditutup dengan bantal itu. Alva memandang adiknya kasihan, dia ingin Bila tetap di Surabaya.
***
            Bila bangun ketika jam menunjukkan angka 3, Bila harus makan sahur, karena bulan Ramadhan tlah datang. Hidup tak semudah yang ia bayangkan. Test masuk ke Perguruan Tinggi, tak semudah test masuk ke SMA dulu. Bila menarik napas berat kemudian langsung bergegas makan sahur. Di meja makan, semuanya berkumpul, makan sahur bersama, papa, mama dan kakak Bila tidak berani membicarakan masalah kuliah Bila lagi, semua diam hingga makan sahur selesai. Setelah makan sahur, tanpa berkata apa-apa Bila langsung kembali ke kamarnya, mama dan papanya hanya geleng-geleng kepala heran. Bila kemudian sholat malam. Selesai sholat, Bila membuka jendela kamarnya lebar-lebar, angin dingin menerpa tubuhnya, dia biarkan angin itu menusuk-nusuk tubuhnya. Dia tidak peduli. Bila duduk di jendela yang ada kayunya itu, tidak terasa subuh pun datang dan dia bergegas sholat Subuh.
Bila meraih Handphone yang sama sekali tidak disentuhnya semalam. Ada beberapa SMS salah satunya dari Arjuna yang mengingatkan Bila untuk sholat Subuh. Bila tersenyum tipis, dipandanginya perahu-perahu yang berisi harapannya itu. “masih ada harapan lain selain Universitas.” Ucapnya lirih. Dia mencoba memberi semangat untuk dirinya sendiri.
***
            Siang-siang bolong Bila duduk di taman, dibawah pohon besar sendirian. Sengaja dia duduk di akar-akar pohon yang keluar dari tanah itu sambil menikmati musik. Dia tidak ingin membuat semua masalahnya menjadi makin tidak karu-karuan. Bila mencoba tegar, mencoba terima keadaan. Handphone yang memutar musik itu tiba-tiba berhenti, ada SMS masuk.
Sami
Assalamualaikum Bila.
Bila tersenyum membaca SMS itu “masih ada bahagia lain di sela-sela bahagia yang nggak bisa kamu raih.” Kata-kata itu meluncur keluar dari bibirnya, kalimat-kalimat penguat diri yang dia ciptakan sendiri.
Bila
Wa’alaikumsalam Sami
Sami
Lg ngp Bil?
Bila kembali tersenyum membaca SMS itu.
Bila
Santai aja sambil demus. Kamu?
Sami
Sama.
Bila terbelalak membaca SMS yang terakhir diterimanya itu. “gini doang?.” Ucapnya kesal. Bila mulai merasa dipermainkan. Ntah apa yang ada dalam pikirannya itu sampai dia bisa merasa seperti itu. Bila heran, kemarin-kemarin Sami bersikap manis, SMS panjang-panjang dan selalu minta do’a kepada Bila agar dia diterima kuliah diluar Negeri. Tetapi sekarang berbeda, dia jarang muncul. Hanya waktu itu saja muncul dan SMS seperti itu, hanya seperti itu.
***
            Seminggu berlalu begitu cepat, teman-teman Bila mulai banyak yang melakukan daftar ulang, Sami sudah tidak pernah SMS lagi, tetapi Bila sering bertemu dijalan, Sami jarang menyapa hanya tersenyum tipis kadang juga tersenyum tapi tidak memandang kearah Bila. Bila jadi bingung sendiri, Arjuna juga begitu, sudah jarang SMS Bila, hanya beberapa kali, sekedar tanya Bila akan lanjut kuliah dimana atau hanya SMS gurauan tidak jelas. Bila tidak mau ambil pusing, dia tidak mau lagi memikirkan hal yang tidak mungkin terjadi, seperti mengharapkan Sami ataupun Arjuna. “Sami kan mau kuliah ke Luar Negeri, dia hebat, nggak mungkin dia noleh ke aku lagi.” Bila ngomong sendiri di kamar. “Arjuna juga begitu, dia mantan Aira, jahat banget aku sama Aira kalau harus berharap sama Juna.” Lanjutnya.
Test mandiri akan segera dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi Negeri tertentu tetapi Bila belum memutuskan dimana dia akan melanjutkan studynya. Sedang asyik-asyiknya Bila menikmati musik, kakaknya masuk ke kamar Bila.
“Bila?.”
“hem?.” Bila langsung balik badan.
“tiga hari lagi ada test di UNAIR, seminggu lagi di UNESA…”
“lalu?” Bila memotong ucapan kakaknya.
“kamu harus memutuskan dimana kamu kuliah Jo!.” Alva mulai bersikap tegas.
Bila tidak menanggapi, dia memalingkan wajahnya keluar jendela.
“Sabila!”
Bila tidak menyahuti, dia hanya memandang kakaknya tanpa senyum, pandangan Bila sangat sulit diartikan.
“ayolah dek, putuskan, jangan keras kepala dan ngotot untuk kuliah di Jogja.” Suara Alva mulai melemah. Bila tetap tidak menjawab, dia sibuk berpikir dimana dia harus kuliah.
“Bila…..” belum selesai Alva bicara, papanya masuk ke kamar Bila. Bila melepas headset yang dipakainya.
“Bila sudah punya keputusan?.”
Bila tetap diam memandang papanya. Alva dan papanya jadi bingung.
“Jika kamu mau, pergilah ke Jakarta, pendidikan disana lebih baik, juga ada Farel yang akan menjaga kamu seperti kakakmu.”
“papa?.” Bila bingung dengan keputusan papanya.
“pergilah nak, papa sudah bicara dengan kakek. Kakekmu juga ingin kamu kuliah disana, cucu kakek yang perempuan hanya kamu.”
“lalu?”
“tak apa, papa mengijinkan dan lebih enak kamu disana, ada tante dan om kamu serta Farel yang bisa jaga dan mengawasi kamu.”
“kenapa tidak disini saja pa?.” Tanya Alva.
“kamu tau adikmu ingin sekali kuliah di luar kota?.”
“tapi kan..”
“biarkan adikmu memutuskan.” Setelah berkata seperti itu, papa Bila keluar dari kamar Bila. Tinggal Alva dan Bila.
“kamu yakin mau kuliah di luar kota?.” Kata-kata Alva sangat datar.
Bila terduduk lemas di ranjangnya.
“dek, kuliah disini aja.”
Bila memandang kakaknya, dilihatnya mata kakaknya bening, wajahnya yang memang tampan, dan tangan kakaknya yang sedang memegangi pundaknya. Bila menarik napas berat.
“ya iya Bila kuliah disini, kalau aku ke Jakarta nanti kalo kakak galau gimana?.” Bila mencoba tertawa. Dia tlah yakin dengan keputusannya.
“bener?.” Mata Alva yang tadi sendu berubah berbinar-binar.
“iya kakak.” Bila tersenyum.
“kalau begitu, aku yang akan nganter kamu test, lihat pengumunan, dan ospek.” Ucap Alva semangat.
“kuliah?.”
“berangkat sendiri.” Alva tertawa.
“resek.” Bila memukul lengan Alva.
***
            Hari test mandiri dimulai, Bila sangat semangat mengikuti test itu, dia melupakan keinginannya untuk ke Jogja. Arjuna memberinya semangat, papa, mama dan kakaknya juga memberi keyakinan bahwa masa depan itu ada ditangan kita, bukan dari dimana kita kuliah dan belajar. Kuliah dekat atau jauh, baik atau buruknya Universitas bukan penentu masa depan. Lagian Universitas di Surabaya juga tergolong Universitas terbaik. Semua test diikutinya dengan baik, mulai test akademik, psikologis dan wawancara. Bila lolos dengan mudah. Dia bersyukur. ***

            (to be continued)